REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia menyatakan pertumbuhan kredit sepanjang 2017 tercatat sebesar 8,1 persen (yoy). Deputi Gubernur Bank Indonesia, Erwin Rijanto, mengatakan hal yang luar biasa terjadi pada pembiayaan pasar modal yang mengalami peningkatan luar biasa.
Sehingga kalau dijumlahkan dengan pembiayaan perbankan jauh lebih besar. Angka hampir sekitar 11 persen karena pertumbuhan pembiayaan pasar modal di atas 35 persen. "Desember paling banyak kredit konsumsi dan modal kerja," kata Erwin kepada wartawan di Masjid Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (12/1).
Erwin menambahkan, kinerja perbankan tahun 2018 akan lebih bagus dibandingkan 2017. Sebab, situasinya 2018 dianggap lebih bagus, ekonomi luar negeri diprediksikan lebih bagus. "Dan juga di Indonesia inflasi rendah, suku bunga akan cenderung turun, jadi tidak ada alasan untuk tidak moving lebih bagus," imbuhnya.
Terlebih, 2018 merupakan tahun politik. Sehingga banyak aktivitas ekonomi yang berdampak pada pertumbuhan kredit. Erwin memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2018 bisa di atas 10 persen. "Bisa sekitar 12 persen," ujarnya.
Selain itu, Erwin juga memperkirakan profitabilitas perbankan pada 2018 lebih baik dibandingkan 2017. Laba perbankan 2017 diperkirakan mencapai dua digit. Sebab, pada 2015 banyak sekali bank yang membentuk cadangan untuk penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
Kemudian saat ini waktunya beberapa bank sudah mulai menghapus. "Cadangannya kan tahun lalu, ini dihapus makanya data pertumbuhan kredit juga dalam persentase tidak mencapai RBB karena beberapa memang sudah di take out dari balance sheet karena dihapus. Terutama kredit yang segmen komersial yang NPL-nya cukup tinggi, makanya komersial pertumbuhannya agak flat karena sebagian dihapus," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, mengatakan, OJK masih melakukan verifikasi angka pertumbuhan kredit untuk keseluruhan tahun 2017. "Terakhir kuartal III November ya itu 8 persen koma sekian. Ya biasanya November Desember bisa kenceng," ujarnya.
Wimboh menjelaskan, setiap tahun siklus pertumbuhan kredit pada November-Desember lebih tinggi. Sebab, biasanya setiap akhir tahun perusahaan-perusahaan perlu memberikan bonus, membayar pajak, maupun aktivitas liburan, sehingga banyak memerlukan likuiditas. Likuiditas tersebut berasal dari industri perbankan melalui penarikan-penarikan pinjaman.
Wimboh memperkirakan pertumbuhan kredit bisa dua digit. Namun, sedikit meleset dari rencana bisnis bank (RBB) sebesar 11,5 persen. "Sektor konsumsinya naik, yang turun itu sektor yang mineral, karena memang masih proses recovery yang mineral," imbuhnya.