REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Pemerintah Arab Saudi mengubah status BUMN migas terbesar mereka, Saudi Aramco, menjadi perseroan terbatas (PT) per 1 Januari 2018. Hal ini merupakan langkah krusial menuju penawaran saham perdana Aramco ke publik (IPO) yang rencananya akan berjalan akhir 2018 ini.
Dari informasi seorang pejabat senior Aramco, Reuters pada Jumat (1/5) melansir, perubahan status yang diumumkan pada Jumat (5/1) ini merupakan syarat yang harus Aramco penuhi menjelang IPO. Kerangka ini akan membuka peluang para investor untuk dapat memiliki saham Aramco bersama pemegang saham pengendali, Pemerintah Saudi.
IPO senilai 100 miliar dolar AS dan akan jadi yang terbesar dalam sejarah. Meski begitu, Aramco harus menghadapi tantangan ketidakpastian pasar yang berpotensi menghambat IPO mereka tahun ini.
Aramco sendiri memiliki modal disetor sebesar 60 miliar rial (16 miliar dolar AS) yang dipecah dalam 200 miliar lembar saham biasa. Nantinya, Aramco akan memiliki 11 anggota Dewan Komisaris yang berwenang menentukan dimana pencatatan saham Aramco akan dilakukan.
Pemerintah Saudi akan mengusulkan enam calon anggota Dewan Komisaris. Pemegang saham di atas 0,1 persen akan diberi hak untuk mengajukan satu nama calon anggota Dewan Komisaris untuk ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Pemerintah Saudi masih akan memiliki hak untuk menunjuk atau mengubah Ketua Dewan Komisaris Aramco. Saat ini, Ketua Dewan Komisaris Aramco dijabat oleh Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih.
Saudi sendiri masih akan jadi pemegang saham pengendali dan masih akan memegang kendali keputusan korporasi termasuk soal level dan kapasitas produksi.
Pada Oktober 2017 lalu, Pangeran Mahkota Mohammad bin Salman menyatakan proses IPO Aramco masih dalam jalur yang benar.
Penjualan lima persen saham Aramco yang diprediksi akan dimulai pada 2018 merupakan bagian Visi 2030 Saudi. Visi ini merupakan rencana reformasi strategis Saudi termasuk mengurangi ketergantungan ekonomi mereka dari pendapatan migas. Pelaksanaan visi ini dipimpin oleh Pangeran Mahkota Mohammad bin Salman.