Rabu 03 Jan 2018 08:34 WIB

Budaya Merantau Minang dan Ketimpangan Ekonomi yang Rendah

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno
Foto: Dok. Humas Pemrpov Sumbar
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Sumatra Barat dalam beberapa tahun terakhir membuktikan diri sebagai provinsi dengan ketimpangan ekonomi terendah di Indonesia. Dalam survei Badan Pusat Statistik (BPS) teranyar, ketimpangan yang digambarkan melalui angka rasio gini di Sumbar sebesar 0,312. Angka rasio gini Sumbar menduduki posisi kedua terendah nasional, setelah Bangka Belitung yang bertengger sebagai angka rasio gini 0,276.

Di deretan sebaliknya, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi dengan pemerataan ekonomi paling timpang di level nasional. Angka rasio gini DIY sebesar 0,440. Selain DIY, provinsi dengan ketimpangan tinggi lainnya adalah Sulawesi Selatan dengan rasio gini 0,429, Jawa Timur 0,415, DKI Jakarta 0,409, Gorontalo 0,405, Sulawesi Tenggara 0,404, Papua 0,398, Sulawesi Utara 0,394, dan Jawa Barat 0,393.

Ternyata rendahnya angka ketimpangan ekonomi di Sumatra Barat tak bisa lepas dari budaya merantau masyarakat Minang yang sudah berlangsung ratusan tahun. Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno memiliki penjelasan tersendiri soal fenomena rendahnya angka ketimpangan ekonomi di Sumatra Barat.

Menurutnya, ketimpangan ekonomi yang sempit lantaran di Sumatra Barat tak ada lagi 'orang yang benar-benar kaya'. Di sisi lain, Sumbar juga diyakini tidak memiliki 'orang yang benar-benar miskin'. Ia menyebutkan, tidak adanya konglomerat yang berdomisili di Sumbar disebabkan budaya merantau yang masih berjalan di Tanah Minang.

"Artinya, yang kaya-kaya pergi ke luar Sumbar. Yang kaya-kaya ke Jawa. Di Sumbar tersisa mereka yang jalankan industri rumahan," jelas Irwan dalam paparan kilas balik 2017 pekan lalu.

Irwan juga punya pembuktian sederhana. Menurutnya, jarang ditemui mobil-mobil mewah berseliweran di jalanan Kota Padang. Menurutnya, perekonomian masyarakat di Sumatra Barat banyak digerakkan oleh Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM) dan industri rumahan lainnya. Bukan hal yang aneh bila kita mengenal orang Minang yang gemar berdagang.

"Di Sumbar juga tak ada yang miskin-miskin amat. Saat Presiden Jokowi ke Sumbar, beliau bagikan bantuan sosial ke Tepi Laut. Lalu Purus dan Padang Pariaman di Kasang. Presiden tanya, Pak apa tidak ada yang miskin lagi di tempat ini?" ujar Irwan.

Tak hanya itu, kearifan masyarakat lokal yang berjalan dalam kenagarian juga diyakini memberi andil terhadap sempitnya ketimpangan di Sumatra Barat. Irwan mengatakan, tetangga dan ninik-mamak serta tokoh adat biasanya akan memberi bantuan bila ada anggota masyarakatnya yang kesusahan.

"Jadi, soal ketimpangan kita masih lebih baik dari angka nasional. 2018 tentu akan kita jaga bahkan kalau bisa lebih baik lagi," ujar Irwan.

Kepala BPS Perwakilan Sumatra Barat Sukardi menjelaskan, tercatat ada tren perbaikan rasio gini di Sumbar. Data tahun 2010, rasio gini Sumbar tercatat 0,325. Pada Maret 2017 lalu, angkanya juga sedikit lebih tinggi yakni 0,318.

"Tren ketimpangan terus menurun," katanya, Selasa (2/1).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement