REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurangan porsi penempatan dana haji dalam deposito syariah dinilai akan menjadi peluang perbankan syariah untuk menerbitkan sukuk korporasi.
Dalam arah investasi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), secara umum akan terjadi perubahan penempatan dana haji dari komposisi saat ini di mana penempatan di perbankan syariah sebesar 65 persen dan 35 persen di sukuk dana haji (SDHI).
"Harusnya ini bisa menjadi peluang juga bagi bank syariah untuk menerbitkan sukuk korporasi, karena porsi investasi BPKH akan ditambah di sini," ujar Ekonom Syariah SEBI School of Islamic Economics Aziz Setiawan kepada Republika.co.id, Jumat (22/12).
Secara bertahap BPKH akan mengurangi porsi penempatan pada deposito syariah dan SDHI, dan menggeser pada surat berharga syariah negara (SBSN), sukuk koporasi dan penyertaan atau investasi langsung.
Menurut Aziz, dampak besar perubahan penempatan investasi ini akan berpengaruh terutama pada 17 bank syariah serta unit usaha syariah yang mengelola dana haji. Perbankan syariah harus mempersiapkan langkah antisipatif untuk menghadapi kemungkinan DPK tergerus kebijakan investasi dana haji BPKH.
Salah satu caranya, bank syariah dapat menerbitkan sukuk korporasi untuk menangkap peluang perpindahan arah investasi BPKH di mana pada 2018 sukuk korporasi mendapat porsi sebesar 5 persen. "Jadi BPKH bisa menempatkan dana pada sukuk korporasi bank syariah," katanya.
Aziz memaparkan, selama ini dana haji termasuk salah satu sumber pemasukan terbesar dan menjadi dana segar bagi bank syariah. Perubahan kebijakan tersebut tentu akan berdampak signifikan bagi bank syariah dalam jangka panjang kedepan, meski saat ini bank syariah masih kelebihan likuditas dengan indikasi FDR sebesar 88 persen.
Saat ini penempatan dana haji di perbankan syariah sebesar 65 persen. Pada 2018, porsi dana haji di deposito syariah akan berkurang menjadi 55 persen, kemudian turun lagi menjadi 50 persen pada 2019, hingga menjadi 30 persen pada 2022.
Khusus pada 2018, penempatan dana haji direncanakan dilakukan melalui instrumen deposito syariah sebesar 55 persen dari dana haji tahun tersebut yang diperkirakan mencapai Rp 110,9 triliun. Kemudian dalam bentuk sukuk dana haji Indonesia (SDHI) sebesar 35 persen dari total dana haji, kemudian dalam surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar lima persen, dan sukuk korporasi sebesar lima persen.
Dengan pengurangan porsi mencapai 10 persen tahun 2018 tentu akan berdampak, meski tidak terlalu besar secara industri karena dana haji juga bertumbuh dari Rp 100 triliun pada 2017 ini menjadi 110 triliun pada 2018. Dengan demikian, dana yang akan tetap diperbankan syariah dari Rp 65 triliun menjadi Rp 60,5 triliun.
"Jadi secara umum pengaruhnya tidak terlalu besar hanya berkurang Rp 4-5 triliun secara industri," ungkap Aziz.
Dengan aset industri yang diproyeksikan bisa mencapai Rp 460-500 triliun, menurutnya, pergeseran dana haji tidak terlalu signifkan secara industri, meski untuk individual bank perlu dimitigasi lebih baik. Namun, secara individu bank akan terasa dampaknya.
"Perbankan syariah harus membuat produk inovatif untuk investasi serta menyiapkan sumber daya pengganti," katanya.