REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat nilai ekspor batik dan produk batik sampai Oktober 2017 mencapai 51,15 juta dolar AS. Angka itu naik dari capaian semester pertama 2017 yang tercatat 39,4 juta dolar AS. Negara yang menjadi pasar utama batik Indonesia, yakni Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara di kawasan Eropa.
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Gati Wibawaningsih mengatakan, nilai perdagangan produk pakaian jadi dunia yang mencapai 442 miliar dolar AS menjadi peluang besar bagi industri batik untuk meningkatkan pangsa pasarnya. Kemenperin sendiri saat ini memiliki program e-Smart IKM, yang bekerja sama dengan beberapa marketplace, untuk membantu industri skala kecil dan menengah meningkatan akses pasarnya.
"Melalui program e-Smart ini produk batik didorong untuk memasuki pasar daring sehingga memiliki jangkauan pasar yang lebih luas karena dapat diakses oleh konsumen dari berbagai daerah," ujar Gati seperti tertulis dalam rilis yang diterima Republika, Kamis (21/12).
Sementara, dalam upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing IKM batik, Kemenperin memberikan solusi. Mulai dari fasilitasi pelatihan untuk peningkatan kompetensi sumber daya manusia, pengembangan kualitas produk, standardisasi, fasilitasi mesin dan peralatan, serta kegiatan promosi dan pameran batik di dalam dan luar negeri.
Kemenperin mencatat, IKM batik saat ini tersebar di 101 sentra produksi seperti di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sentra IKM batik diperkirakan mencapai 15 ribu orang.