REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya merangkul pesantren dalam program pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKM Syariah). Saat ini, sudah terbentuk 10 LKMS di 10 pesantren yang tersebar di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Advisor Senior OJK, Edy Setiadi, menyatakan model bisnis LKM Syariah telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Pesantren KHAS Kempek, Cirebon pada 20 Oktober 2017. Berdasarkan hasil kajian Business Canvas Model yang telah dilakukan OJK, model bisnis ini mengoptimalkan potensi puluhan ribu pesantren di Indonesia.
OJK menggandeng Bank Syariah Mandiri (BSM) melalui LAZNAS BSM Umat mencanangkan program Pemberdayaan Masyarakat melalui LKM Syariah, yang diberi nama Bank Wakaf Mikro. Melalui program LKM Syariah ini OJK berharap dapat menjadi basis pengembangan perekonomian syariah jangka menengah panjang yang berkesinambungan serta dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
"Melalui LKM Syariah ini bisa memperluas jumlah masyarakat yang terlayani di pesantren dan sekitarnya," kata Edy kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/11).
Menurut Edy, model bisnis LKM Syariah baru dilakukan terhadap 10 pesantren. Saat ini, OJK telah memetakan pesantren-pesantren lainnya agar dapat menerapkan model bisnis tersebut. "Kami jemput bola datang ke masing-masing pesantren untuk menarik minat. Supaya masyarakat sekitar pesantren bisa menjadikan pesantren bukan lagi sisi edukasi dakwah tapi barometer ekonomi," ucap Edy.
Nantinya, LKMS tersebut menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat sekitar pesantren dengan plafon rata-rata Rp 1 juta. Margin yang ditetapkan sangat terjangkau yakni 3 persen per tahun.
Menurut Edy, model bisnis tersebut akan meminimalisasi risiko pembiayaan bermasalah (NPF). Dia juga menekankan, dengan adanya LKM Syariah tidak akan ada persaingan penyaluran pembiayaan sektor mikro. Sebab lembaga keuangan mikro lain seperti Baitul Mal Wattamwil (BMT) telah menyalurkan pembiayaan senilai Rp 5 juta sampai Rp 10 juta per nasabah.
Edy menambahkan, fokus saat ini bagaimana agar operasional LKM Syariah berjalan terus. Caranya, melalui dana yang di blok dengan rasio dua per tiga dari dana hibah dari Laznas BSM. Dana yang di blok tersebut nisbahnya untuk operasional LKM Syariah. Hal itu membuat margin pembiayaan hanya 3 persen karenanya pesantren tidak perlu memikirkan biaya operasional.
"Karena syarat LKM Syariah pembiayaan tidak boleh dilakukan tanpa pemberdayaan. Petugas LKMS diajari bagaimana membentuk kelompok karena tidak ada jaminan dan margin murah," ujar Edy.
Terkait nominal dana yang disalurkan ke LKM Syariah, Edy menyebut idealnya LKM Syariah menerima hibah Rp 8 miliar dengan rincian Rp 5 miliar untuk di blok dan Rp 3 miliar yang digulirkan. Realisasi saat ini baru sekitar Rp 4,5 miliar dimana Rp 3 miliar di blok dan Rp 1 miliar disalurkan.