Kamis 23 Nov 2017 07:47 WIB

WTO: Ketimpangan Ekonomi Bayangi Kemajuan Globalisasi

Ilustrasi Kesenjangan Ekonomi
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Kesenjangan Ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menilai bahwa globalisasi yang telah membawa kemajuan secara keseluruhan tidak memberikan keuntungan kepada semua orang. "Banyak orang merasa terputus dari kemajuan ekonomi," kata Ketua WTO Roberto Azevedo pada Rabu (22/11).

"Kita perlu menanggapi situasi ini, artinya menggunakan semua alat yang tersedia untuk mendorong pertumbuhan, pengembangan, penciptaan lapangan kerja dan inklusivitas," ujarnya menambahkan.

Untuk mendukung hal ini, WTO meluncurkan Laporan Perdagangan Dunia 2017 dan juga sebuah laporan bersama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, yang bertujuan menjadikan perdagangan sebagai mesin pertumbuhan untuk semua.

Azevedo berbicara di sebuah seminar tingkat tinggi, di mana Perdana Menteri Swedia Stefan Lofvens mengatakan bahwa perdagangan adalah mesin dalam ekonomi global. "Kami bisa membeli barang-barang yang tidak kami produksi sendiri," kata Perdana Menteri Lofvens.

"Sederhananya: perdagangan membuat negara kita tumbuh," ucap Lofvens.

Menurutnya, perdagangan merupakan faktor penting yang telah membawa Swedia dari salah satu negara-negara termiskin "di pinggiran Eropa" menjadi salah satu yang berada di garis depan ekonomi global. "Butuh waktu sekitar 100 tahun, dan landasannya adalah ekonomi pasar global, perdagangan bebas, keterbukaan dan persaingan. Tapi juga ... produksi cerdas, inovasi dan jaminan sosial," dan ekonomi pasar global," kata Lofvens.

Namun demikian, dia mengingatkan bahwa ketika ketidaksetaraan meningkat, seperti dunia telah saksikan, dan beberapa orang mengumpulkan kekayaan dengan mengorbankan banyak orang, ekonomi dalam jangka panjang akan menjadi tidak stabil. "Kita harus mengatasi skeptisisme publik terhadap keuntungan perdagangan bebas dan globalisasi, dan meningkatnya ketidakpercayaan terhadap solusi politik," kata Lofvens.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement