REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DIY memperkirakan rata-rata okupansi hotel saat libur akhir tahun mengalami kenaikan sekitar 10 persen.
"Di DIY, ada dua kali 'peak season', yaitu saat libur Lebaran serta saat libur Natal dan tahun baru atau libur akhir tahun. Oleh karenanya, kami perkirakan okupansi hotel pun mengalami kenaikan sekitar 10 persen," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Istidjab Danunagoro di Yogyakarta, Ahad (19/11).
Saat ini, kata Istidjab, sudah ada peningkatan reservasi hotel di sejumlah hotel di DIY untuk libur akhir tahun. Bahkan, reservasi untuk hotel di kawasan Malioboro sudah mencapai sekitar 80 persen atau sekitar 60 persen untuk hotel di luar kawasan Malioboro.
Menurut dia, pemesan kamar untuk libur akhir tahun berasal dari warga di berbagai kota, seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang, bahkan ada beberapa dari Yogyakarta yang ingin menghabiskan libur akhir tahun di hotel.
Pada libur akhir tahun, sejumlah hotel di DIY juga memberikan layanan khusus. "Kami tidak hanya menjual kamar saja, tetapi juga ada banyak kegiatan hiburan yang digelar untuk menarik tamu. Misalnya saja menyelenggarakan makan malam tahun baru, pertunjukan musik hingga 'fashion show'," katanya.
Meskipun mengalami kenaikan okupansi, kata dia, tetapi jumlah hotel yang sudah cukup banyak di DIY juga berpengaruh terhadap okupansi di tiap hotel. "Karena 'kue' dibagi rata, maka kenaikan okupansi di tiap hotel tidak terlalu besar," kata Istidjab yang berharap pemerintah daerah, khususnya Kota Yogyakarta meneruskan moratorium izin pembangunan hotel baru.
Di DIY saat ini terdapat 166 hotel berbintang dan 1.030 hotel nonbintang. Sekitar 60 persen hotel berada di Kota Yogyakarta dan sisanya berada di kabupaten lain di DIY. Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan moratorium izin pembangunan hotel baru hingga akhir 2017 dan PHRI DIY berharap moratorium dapat diperpanjang paling tidak hingga dua tahun ke depan