REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina masih akan menjadi konsumen terbesar energi global setidaknya selama tiga dekade ke depan. Meski begitu, Cina juga termasuk yang cepat mengubah diri jadi produsen energi.

Badan Energi Internasional (IEA) menyampaikan, sejak tahun 2000, pertumbuhan konsumsi energi oleh Cina lebih dari separuh dari pertumbuhan konsumsi energi dunia. Batu bara dan minyak menjadi sumber energi utam meski pun energi air ikut mengimbangi. Dua sumber energi fosil itulah yang selama ini melicinkan pertumbuhan ekonomi Cina.

Hingga 2040, konsumsi energi Cina masih akan lebih besar dari India dan gabungan AS plus Eropa. Singkatnya, Cina masih akan jadi komsumen energi terbesar dunia, demikian dilansir Bloomberg, Selasa (14/11).

Namun, Cina diproyeksi akan mendiversifikasi sumber energi yang mereka gunakan. Batu bara akan diganti gas alam, termasuk energi nuklir.

Cina akan membayar mahal atas ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil. Hanya dua persen populasi Cina yang menghirup udara sesuai standar kualitas udara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Cina diprediksi akan mengulangi pengalaman AS di akhir abad 21 yang sangat bergantung pada impor minyak. Pada 2040, lebih dari 80 persen minyak Cina adalah hasil impor. Persoalannya, pemasok utama minyak dunia, Timur Tengah, berada dalam kondisi riskan.

Di sisi lain, IEA memprediksi dari total belanja energi 6,4 triliun dolar AS, Cina akan berinvestasi hingga 2,3 triliun dolar AS untuk produksi energi rendah karbon hingga 2040. Sebesar 1,3 trliun akan digunakan untuk teknologi energi rendah karbon dan 2,1 triliun untuk efisiensi energi. Sementara 1,9 triliun sisanya untuk elektrifikasi dan koneksi ke sumber energi baru.

Dua dekade menyedot energi fosil, Cina juga cepat mengembangkan produksi energinya dan menggali pengalamn sendiri. Dengan sendirinya, konsumen energi terbesar dunia ini berubah cepat dan terarah.

Ikuti Whatsapp Channel Republika