REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi kuartal III 2017 yang membaik dinilai tidak cukup untuk mengejar target hingga akhir tahun. Hal ini karena faktor pendorong ekonomi belum cukup kuat.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2017 sebesar 5,06 persen. Angka itu membaik dari kuartal sebelumnya yang hanya 5,01 persen.
Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi menilai, perbaikan angka pertumbuhan itu belum cukup untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi pemerintah sampai akhir tahun sebesar 5,2 persen. "Ini berat bagi pemerintah untuk kejar target," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (7/11).
Ia memperkirakan, sampai akhir 2017, ekonomi bisa tumbuh 5,1 persen. Menurutnya, pada kuartal empat secara tahunan ekonomi bisa tumbuh 5,3 persen. Hal itu didukung oleh konsumsi rumah tangga yang akan dipengaruhi faktor musiman natal dan tahun baru.
"Ekspor juga masih baik kinerjanya. Jadi pemerintah genjot pengeluaran akhir tahun dan investasi juga masih tumbuh," kata Eric. Hanya saja, ia menegaskan, hal itu tidak cukup kuat membawa pertumbuhan sepanjang 2017 mencapai 5,2 persen.
Sedangkan proyeksinya di sepanjang 2018, ekonomi dapat tumbuh 5,3 persen. "Saya perkirakan daya beli dan konsumsi rumah tangga membaik (tahun depan) karena kenaikan harga komoditas dan kucuran dana pemerintah melalui program-program populis 'padat karya' yang dialokasikan di APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) 2018," kata Eric. Ia menegaskan, konsumsi rumah tangga akan tetap menjadi mesin utama pertumbuhan di 2018.
Selain itu, kata dia, pertumbuhan ekonomi tahun depan akan dibantu oleh kenaikan harga komoditas yang mendorong kinerja ekspor dan investasi ke sektor terkait dengan komoditas energi dan perkebunan. "Jadi konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan didukung ekspor, investasi, serta pengeluaran pemerintah," ujarnya.