REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyayangkan Singapura saat ini lebih terkenal sebagai negara eksportir rempah-rempah daripada Indonesia. Padahal Indonesia sejak lama telah dikenal sebagai penghasil rempah dan sempat berjaya dari perdagangan komoditas tersebut.
"Indonesia dibandingkan Singapura yang tidak punya bahan, jauh sekali. Sumbernya dari Indonesia, dijual melalui Singapura kemudian Singapura dikenal eksportir rempah-rempah yang dihasilkan dari Indonesia," kata Enggar dalam peresmian Pameran Jalur Rempah di Museum Nasional Jakarta, Jumat (3/11).
Ia menjelaskan dengan iklim dan kondisi tanah yang subur, seharusnya Indonesia bisa memenuhi kebutuhan rempah dalam negeri dan meningkatkan ekspor. Enggar mengakui saat ini kinerja ekspor rempah-rempah masih menurun, bahkan masih bergantung pada impor untuk sejumlah komoditas, seperti cengkeh dan lada.
Berdasarkan data BPS periode Januari hingga November 2016, kondisi rempah Indonesia memang menunjukkan tren penurunan ekspor. Nilai total ekspor rempah Indonesia pada 2016 sebesar 653,3 juta dolar AS atau turun dibandingkan nilai ekspor tahun 2015 pada periode yang sama sebesar 770,42 juta dolar, kecuali vanili yang naik dari 14,41 juta dolar tahun 2015 menjadi 62,08 juta dolar pada periode yang sama tahun 2016.
Selain itu, harga lada saat ini di sejumlah daerah, seperti di Pulau Bangka, kian merosot hingga ke posisi Rp 65 ribu dari sebelumnya Rp 70 ribu per kilogram. Oleh karena itu, pemerintah mendorong dan menggalakan kembali kejayaan rempah-rempah sebagai komoditas unggulan Indonesia dengan memenuhi kebutuhan dalam negeri serta meningkatkan ekspor.
Kementerian Pertanian juga sedang fokus mendorong komoditas cengkeh, lada, biji pala sesuai keunggulan wilayah masing-masing. Kementan tahun ini menyediakan bibit cengkeh yang diberikan secara gratis sebanyak 30 juta batang di seluruh wilayah Indonesia.