REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan pertumbuhan kredit perbankan masih melambat. Pasalnya, per September 2017 kredit hanya tumbuh 7,8 persen /year on year (yoy, sementara pada Agustus 8,26 persen.
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menjelaskan, ada banyak dugaan mengapa kredit masih belum beranjak naik. Salah satunya karena sektor ritel yang mengalami perubahan cukup signifikan dalam beberapa waktu terakhir ini.
"Kami dapat informasi dari pemain ritel dan bankir juga. Mereka melihat, risiko yang dihadapi oleh ritel kita cenderung agak tinggi karena persaingan yang berasal dari kegiatan online," ujar Halim kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (2/11).
Menurut informasi dari industri ritel serta bankir, kata dia, jumlah transaksi dari kegiatan online memang tidak besar. Hanya saja memicu persepsi, kalau mereka bertahan dengan bisnis model lama maka risikonya semakin besar.
Mungkin, jelas Halim, ini membuat ekspansi usaha yang berada di mal dan yang sifatnya tradisional agak kurang. Meski begitu. LPS merasa yakin gejala ini hanya sebentar karena mereka pasti akan melakukan langkah-langkah reaksi untuk mengurangi dampak negatif.
Lebih lanjut ia mengatakan, kualitas aset perbankan membaik serta rasio kredit bermasalah gross juga menurun. Hanya saja untuk beberapa sektor masih belum membaik.
Belum lagi, sambung Halim, adanya relokasi industri di Pulau Jawa yang kena dampak karena pengusaha perlu waktu untuk produksi lagi. Ia menyebutkan, ada tiga industri yang dipindahkan yaitu sepatu, tekstil, serta platik. Ketiganya sebagian besar dipindahkan ke Jawa Timur dan Jawa Tengah.
"Di sana Upah Minimum Pegawai (UMP) hanya sekitar Rp 1,4 juta sampai Rp 1,5 juta. Sedangkan di Jakarta tahun ini UMP sampai 3,6 juta. Jadi ini sangat berbeda," tuturnya.
Iit Septyaningsih