REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meyakini Amerika Serikat masih melihat besarnya peluang investasi di Indonesia. Hal itu terutama bagi investor yang telah lama berinvestasi di Indonesia.
Ketua Komite Tetap Amerika Kadin Diono Nurjadin mengatakan, investasi tesebut banyak bergerak pada minyak dan gas serta tambang. "Tapi juga banyak minat di digital economy," katanya saat ditemui di acara US-Indonesia Investment Summit di Hotel Mandarin Oriental, Kamis (2/11). Namun, ia mengaku perlu diperhatikan adanya hambatan termasuk pada banyaknya peraturan yang dikeluarkan pemerintah.
Pemerintah, kata dia, harus berusaha mengatasi hambatan-hambatan tersebut karena perusahaan AS bisa saja mengalihkan investasinya jika merasa tidak nyaman dengan iklim investasi Indonesia.
"Kami juga harus berusaha berkompetisi untuk bisa menarik investasi dari Amerika," kata dia. Komitmen antara kedua negara sebenarnya telah ada dan cukup baik berupa MoU atau penandatanganan kontrak. Namun implementasinya masih terkendala peraturan. Menurutnya, banyak peraturan yang dikeluarkan menghambat efektivitas implementasi dari kontrak tersebut.
Beberapa waktu lalu saat Wakil Presiden Amerika datang ke Indonesia, telah ditandatangani beberapa proyek investasi jangka panjang. Proyek tersebut berada di sektor renewable, teknologi, dan power. Sayangnya, menurut laporan dari American Chamber of Commerce in Indonesia (AmCham) masih jauh di bawah harapan.
Dalam kesempatan tersebut, ia menambahkan, terkait ekonomi digital, Amerika juga tertarik untuk pengembangan Finansial Technology (Fintech) di Indonesia. Di Amerika sendiri, Fintech lebih banyak ditujukan untuk asuransi kesehatan sementara Fintech di Indonesia untuk keuangan, kredit atau pendanaan. Di negara tersebut menurutnya bukan hanya fintech asuransi kesehatan tapi jenis fintech lainnya. "Kalau belum begitu banyak peluang media asuransi (di Indonesia) ya di tempat yang lain dia akan sesuaikan. Itu saya yakin," ujar dia.
Bukan hanya Amerika, banyak negara yang juga telah mengembangkan fintech. Di Asia saja seperti Cina dan negara ASEAN, ada banyak perusahaan fintech yang sudah tertarik dengan Indonesia.
"Jadi kita nggak selalu tergantung dengan fintech dari Amerika," katanya.