REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah menanggapi sopir taksi daring yang melakukan demo pada Selasa (31/10). Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Hubungan Darat Kemenhub Hindro Surahmat memastikan pendemo yang salah satunya dari Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) menerima pemberlakukan Peraturan Menteri (PM) Nomor 108 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Selain pendemo menyampaikan beberapa poin yang masih sulit diterapkan, Hindro mengatakan pengemudi taksi daring menginginkan perlidungan tarif. "Mereka justru menginginkan perlindungan tarif. Justru mereka memesankan kepada kami untuk diatur," kata Hindro kepada Republika di Kemenhub usai bertemu dengan pendemo, Selasa (31/10).
Selain soal tarif yang diminta harus diatur, Hindro juga mengatakan ada diskusi mengenai kuota. Menurutnya, sopir taksi daring juga sependapat dengan pemeberlakuan pembatasan kuota karena sudah semakin banyak pengemudi taksi daring.
Hindro menegaskan PM Nomor 108 dibuat untuk melindungi semua pihak sehingga para sopir mengerti dan berusaha memahami. "Ini untuk melindungi pengemudinya, pengusaha, dan penumpang. Misal tarif, ini kan bagus untuk penumpang agar tak terllau mahal. Batas bawah juga menyelamatkan pendapatan sopir dan agar sesuai untuk biaya perawatan mobil agarkendaraan tetap aman dan nyaman," jelas Hindro.
Sementara itru Airlangga salah seorang sopir taksi daring yang tergabung dari ALIANDO mengatakan sudahmenyampaikan keberatan terhadap PM Nomor 108 Tahun 2017 namun saat ini sudahmemahami aturan tersebut. "Setelah mendengar penjelasan dari pihak Kemenhub kami memahami dan mendukung penerapan PM Nonor 108 Tahun 2017 dengan harapan keberadaan angkutan online menjadi legal dan dapat mencari penumpang dengan tenang," ujar Airlangga.
Terhadap keberatan yang disampaikan Aliando, Hindro menjelaskan bahwa penyusunan PM 108/2017 telah melibatkan semua pihak termasuk dari pelaku usaha dan Organda. "Sticker ini sebagai salah satu bukti bahwa kendaraan yang memiliki sticker adalah legal. Ini yang membedakan dengan kendaraan yang tidak ber sticker," kata Hindro.
Sementara itu soal pembatasan pembatasan wilayah operasi dilakukan untuk mengatur pola perjalanan angkutan umum dan juga sebagai fungsi kontrol terhadap kuota di suatu wilayah. Hanya saja, kata Hindro, tidak akan masalah jika kendaraan yang digunakan akan dipergunakan sebagai angkutan pribadi selama tidak menerima order penumpang.
"Saya juga memahami bahwa sebagai pemilik kendaraan pribadi keberatan terhadap bukti uji kir yang diketrik karena hal ini akan berpengaruh terhadap asuransi. Oleh karenanya bukti uji kir ini akan berupa paneng," ungkap Hindro.
Sementara itu, terhadap keberatan atas pemberlakuan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), Direktur Angkutan dan Multi Moda Ditjen Hubungan Darat Kemenhub Cucu Mulyana menjelaskan bahwa ketentuan tersebut sudah ada sejak PM 32 Tahun 2016. Lalu kemudian disempurnakan menjadi PM 26 Tahun 2017 dan lalu di PM Nomor 108 Tahun 2017.
"Ketentuan soal TNKB khusus ini sudah ada sejak awal regulasi dan hingga saat ini tidak ada masalah. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi pengawasan dari Kepolisian," tutur Cucu.