REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah dinilai terlalu optimistis dalam menetapkan target penerimaan pajak pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018. Hal itu dianggap tidak memerhatikan kondisi ekonomi yang tengah melambat.
"Pertumbuhan sedang alami perlambatan. Jadi penerimaan pajak relatif turun padahal lagi digenjot," ujar Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri di Jakarta, Senin, (30/10).
Menurutnya, ada beberapa alasan turunnya penerimaan pajak. Di antaranya potensi yang masuk lewat sistem keuangan masih lemah, penetrasi kredit pun masih lemah, serta jumlah pekerja informal semakin banyak, pasalnya mereka tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). "Tujuh puluh persen pekerja merupakan informal dan tidak punya NPWP. Sedangkan yang punya NPWP baru 30 persen," kata Faisal.
Ia menegaskan, hal itu bukan salah pajaknya melainkan ambisi pemerintah dianggap terlalu besar. "Jadi bukan salah pajak tapi targetnya ketinggian. Akhirnya yang diburu yang (pengusaha) kecil-kecil gara-gara pemerintah genjot target pajak," tambah Faisal.
Sebagai informasi, dalam APBN, pemerintah menetapkan target penerimaan pajak pada 2018 sebesar Rp 1.424 triliun. Jumlah itu meningkat sebelumnya. Sementara tax ratio pada 2017, kata Faisal, diestimasikan hanya sebesar 10,1 persen. Angka itu menurun dari 2014, 2015, serta 2016 yang masing-masing 10,9 persen, 10,8 persen, dan 10,4 persen.