REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, dampak dari adanya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terhadap ekonomi nasional maupun daerah masih kecil. Hal itu, kata Bhima, ditandai dengan masih minimnya realisasi investasi asing.
"Hanya ada beberapa perusahaan itu pun masih dalam tahap awal produksi. Problemnya banyak perusahaan atau investor yang berkomitmen tapi lambat dalam realisasinya. Dalam 7 tahun terakhir rata-rata realisasi investasi asing hanya 27,5 persen dari komitmen. Itu rendah sekali, "kata Bhima ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (22/10).
Pembangunan KEK merupakan bagian dari upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia. Bhima menilai, investor masih terhambat karena melihat infrastruktur di kawasan KEK yang belum terintegrasi. Salah satu contohnya adalah persoalan di KEK Sei Mangkei, Sumatra Utara. Ia menjelaskan, jalan dari perkebunan kelapa sawit ke pabrik dan dari pabrik ke pelabuhan masih belum memadai. Artinya masih perlu pembangunan infrastruktur dasar untuk menarik minat perusahaan ke KEK, kata Bhima.
Selain itu, menurut Bhima, insentif fiskal seperti tax allowance dan tax holiday masih sulit dinikmati calon investor. Ia mengaku, sejumlah investor mengeluh karena bingung mengikuti prosedur untuk mendapatkan kemudahan tersebut. "Jadi banyak yang sudah daftar tax allowance ternyata tidak langsung dapat tax holiday. Perizinan investasinya perlu perbaikan khususnya di SDM," ujarnya.
Bhima juga meminta pemerintah untuk lebih aktif menindaklanjuti rencana investor. Salah satu caranya adalah dengan menggencarkan promosi di forum investasi dunia. n ahmad fikri noor