REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kapasitas perempuan dalam perekonomian perlu ditingkatkan. Salah satunya dengan memberikan pembiayaan kepada perempuan.
"Sebelumnya 1990-an di Jepang, perempuan setelah lulus kuliah lalu menikah dan fokus menjadi ibu rumah tangga. Kini di 2017-an Jepang sudah menganggap ekonomi tidak bisa tanpa libatkan perempuan," ujar Direktur Eksekutif CORE Hendri Saparini di Bandung, Kamis, (19/10).
Dengan begitu, perempuan di Negeri Sakura tersebut sekarang didorong untuk bekerja. Hanya saja, kata Hendri, karakteristik di setiap negara memang berbeda. "Di Indonesia misalnya, dari dulu multitasking-nya perempuan Indonesia sudah terbukti. Tinggal didorong," tutur Hendri.
Ia menyebutkan, saat ini separuh perempuan di Indonesia merupakan tenaga kerja. Sebanyak 69 persen tenaga kerja perempuan terserap di desa, sedangkan 62 persen terserap di kota.
Menurutnya, pekerja perempuan lebih banyak di sektor informal. Bahkan sepertiganya merupakan pekerja paruh waktu. Hal itu membuat upah perempuan relatif lebih rendah dari laki-laki. "Hanya saja literasi keuangan perempuan masih rendah. Pemahaman mereka dalam pengembangan ekonomi masih terbatas maka perlu ada pendampingan," ujar Hendri.
Dengan memberdayakan perempuan, diharapkan ekonomi bisa tumbuh. "Harus kita share kekuatan kecil akan jadi kekuatan besar," tuturnya.