REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu sore (18/10), bergerak menguat sebesar 19 poin menjadi Rp 13.488 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp 13.507 per dolar Amerika Serikat (AS).
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong mengatakan bahwa rupiah cenderung menguat di pasar valas dalam negeri seiring dengan ekspektasi pelaku pasar terhadap hasil kebijakan Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 18-19 Oktober yang diekspektasikan mempertahankan suku bunga acuannya (BI 7-Day Repo Rate).
"Saat ini, tingkat BI 7-day Reverse Repo Rate berada di level 4,25 persen, relatif masih cukup positif menjaga pertumbuhan ekonomi nasional ke depannya sehingga rupiah positif," katanya.
Ia mengatakan, jika Bank Indonesia mengambil kebijakan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate maka dapat menahan apresiasi rupiah dalam jangka pendek, namun akan positif untuk jangka panjangnya. "Penurunan suku bunga dapat membantu pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.
Menurutnya, pergerakan rupiah saat ini juga cenderung terbatas di tengah sentimen eksternal, terutama dari Amerika Serikat mengenai pengganti Ketua The Fed Janet Yellen yang diisukan akan lebih "hawkish" atau mendukung kenaikan suku bunga AS. "Di pasar beredar kabar, John Taylor menjadi calon kuat untuk menggantikan Janet Yellen," katanya.
Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra menambahkan data ekonomi Amerika Serikat di sektor industri September yang lebih kuat dari bulan sebelumnya turut menjaga dolar AS untuk tidak tertekan lebih dalam. Ia mengemukakan bahwa produksi industri AS pada September naik sejalan dengan estimasi pasar sebesar 0,3 persen.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (18/10) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp 13.514 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 13.490 per dolar AS.