REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset independen, Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menilai RAPBN 2018 yang akan diputuskan oleh pemerintah dan DPR bersifat populis dan mengakomodasi kepentingan politik.
"RAPBN 2018 terlalu populis karena akomodatif terhadap tahun politik. Ini hal yang wajar karena pemerintah harus melakukan pembuktian janji lima tahunan," kata Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, dalam jumpa pers "Catatan Kritis RAPBN 2018", di Jakarta, Rabu (18/10).
Ia mengatakan anggaran tahun 2018 bersifat akomodatif untuk kepentingan politik jangka pendek. Strategi anggaran kurang difokuskan untuk menjaga kredibilitas fiskal guna mencapai tujuan jangka panjang yang lebih berkelanjutan.
Enny menyarankan pembuktian kinerja oleh pemerintah tersebut seharusnya dapat dikalkulasi dengan baik supaya target-targetnya lebih realistis. "Jika ingin membuktikan maka harus dengan kalkulasi yang betul-betul matang. Kalau sifatnya populisme, niscaya target-targetnya akan meleset," kata dia.
Enny berpendapat kebijakan pemerintah perlu diorientasikan bagi sektor konsumsi rumah tangga dan investasi. Kedua sektor tersebut menyumbang sekitar 80 persen dari PDB. "Kalau kebijakan fiskal menyumbang ke konsumsi rumah tangga dan investasi, menurut saya malah justru mampu mencapai target dalam asumsi-asumsi makro 2018," ucap dia.
Sebelumnya, Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah pada Rabu (4/10) menyetujui postur sementara RAPBN 2018 yang merupakan hasil dari pembahasan di rapat panitia kerja. Postur sementara ini menggunakan asumsi makro antara lain pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 3,5 persen, nilai tukar Rp13.400 per dolar AS dan tingkat bunga SPN 3 bulan 5,2 persen.
Dari asumsi tersebut, postur pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp 1.894,7 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2.220,7 triliun. Postur pendapatan negara terdiri dari target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.618,1 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp 275,4 triliun. Dari postur belanja negara, pagu belanja pemerintah pusat ditetapkan sebesar Rp 1.454,5 triliun serta pagu transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 766,2 triliun. Pagu belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja Kementerian Lembaga sebesar Rp 839,6 triliun dan belanja non Kementerian Lembaga sebesar Rp 614,9 triliun