REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pajak pertambahan nilai (PPN), dianggap menjadi salah satu penyebab gejolak harga cabai. PPN membuat penerapan tehnologi pascapanen terkendala.
Fluktuatif produksi cabai masih menjadi kendala dalam sektor pertanian di tanah air, yang berdampak pada gejolak harga cabai. Persoalan ini sebenarnya bisa diatasi dengan menerapkan teknologi pascapanen yang tepat. Namun menurut Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang masih ada kendala dalam penerapan teknologi pascapanen ini.
"Yang menghambat adalah kebijakan pemerintah khususnya pajak pertambahan nilai bagi pelaku usaha jasa pascapanen," ujar dia dalam Simposium Nasional dan Bedah Buku Cabai di Hotel Bidakara, Rabu (18/10).
Adanya PPN itu membuat sulitnya keberadaan pascapanen kecil dan dekat dengan pertanian cabai di daerah. Padahal, pascapanen ini menjadi tahap penting, mengingat komoditashortikultura tersebut sangat dipengaruhi musim dan penyakit.
Teknologi pasca panenberupa pendinginan, pengeringan dan sebagainya akan mampu menjaga kualitas produk. Sebab, teknologi ini akan menghindari terjadinya food loses dan food waste. "Sehingga pascapanen cabai diharapkan bisa berkembang," katanya.
Adanya pascapanen, ia melanjutkan, tidak akan memberi nilai tambah pada komoditas pertanian, melainkan memberi nilai daya simpan. Dengan begitu, fluktuasi permintaan dan penawaran akan teratasi.
Untuk diketahui, kebutuhan cabai nasional sebesar 1,3 juta ton per tahun dengan produksi 1,8 juta ton per tahun. Kebutuhan cabai untuk industri pun tidak besar karena sebatas digunakan sebagai bumbu dalam jumlah kecil. Namun, komoditas ini justru menjadi sumber utama inflasi sejak awal 2016 yang berkontribusi 16,1 persen dalam inflasi.