REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa nilai ekspor migas pada September 2017 ini naik 12,71 persen dibandingkan Agustus 2017. Ekspor migas mencapai 1.439,1 juta dolar AS. Meski data BPS menunjukan nilai ekspor yang meningkat, data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa produksi dan lifting migas pada semester pertama tahun 2017 ini tak mencapai target.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menjelaskan, peningkatan ekspor migas ini disebakan oleh meningkatnya ekspor minyak mentah sebesar 27,16 persen menjadi 521,1 juta dolar AS. Sedangkan, ekspor hasil minyak juga naik sebesar 126,25 persen menjadi 196,7 dolar AS. Tercatat bahwa harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia naik dari 48,43 dolar AS per barel menjadi 52,47 dolar AS per barel pada September 2017 kemarin.
"Namun memang ekspor gas menurun sebesar 7,55 persen menjadi 721,2 juta dolar AS. Sedangkan, secara volume ekspor mengalami kenaikan sebesar 21,85 persen," ujar Kecuk di Kantor BPS, Senin (16/10).
Sebelumnya, Kementerian ESDM mencatat bahwa realisasi lifting minyak dan gas pada semester satu tahun 2017 tidak sesuai target. Tercatat bahwa lifting minyak pada semester I sebesar 802 ribu barel per hari. Angka ini di bawah target yang dipasang pada APBN 2017 sebesar 815 ribu barel per hari. Sedangkan, lifting gas juga tercatat 1,13 juta barel per hari. Angka ini tak sesuai target yang dipasang pada APBN 2017 yang sebesar 1,15 juta barel per hari.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Kementerian ESDM, Ego Syahrial berharap pada akhir tahun ini target lifting minyak dan gas bisa mencapai target. Pihaknya akan terus menggenjot kegiatan pengeboran serta meminimalkan proses perizinan. Sehingga, investor akan berminat untuk melakukan pengeboraan.
"Usaha untuk mengejar itu, salah satunya kita melakukan usaha pemboran. Meminimalkan proses perizinan. Terus yang terpenting kita berusaha mengurangi unplain shutdown," ujarnya pekan lalu.