REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA -- Keuangan syariah dinilai bisa menjadi alternatif pembangunan ekonomi usai resesi di Nigeria. Direktur Pelaksana CRC Credit Bureau Limited Nigeria, Ahmed Babatunde Popoola, mengatakan pasca-resesi, Nigeria butuh kebijakan keuangan menyeluruh terutama untuk menyokong pembangunan ekonomi melalui pembiayaan.
Menurut Ahmed, keuangan syariah merupakan alternatif yang cukup laik dieksplorasi untuk mengumpulkan dana publik dan mendukung akses keuangan sektor privat. Secara global, keuangan syariah juga bukan lagi pemain pinggiran di tengah industri keuangan.
Ada 75 negara memiliki instrumen atau industri keuangan syariah, termasuk negara-negara Barat. Inggris menerbitkan sukuk berdenominasi poundsterling pada 2014 untuk membiayai perumahan rakyat. Begitu pula Hong Kong dan Afrika Selatan, yang menerbitkan sukuk yang amat diminati pasar.
Nigeria harus memberi perhatian khusus pada usaha kecil menengah (UKM) yang sejauh ini menjadi faktor kunci inovasi usaha terutama di sektor pertanian, teknologi informasi, wisata, dan fesyen. UKM pada sektor-sektor itu mengurangi kemiskinan karena menyerap banyak tenaga kerja.
''Saat kebijakannya tepat, UKM akan makin berperan dalam perbaikan kesempatan kerja,'' kata Papoola seperti dikutip the National Online, Rabu (4/10).
Untuk jangka menengah dan panjang, pertumbuhan sektor produktif akan membuat pendapatan ikut naik. Literasi keuangan mempunyai korelasi positif dengan akses keuangan dan perkembangan ekonomi.
Saat masyarakat tak punya akses terhadap jasa keuangan, mereka kehilangan kesempatan atas aneka layanan yang memudahkan urusan mereka, termasuk pembentukan budaya menabung atau akses kredit. Di Nigeria, bank masih jauh dari masyarakat karena sangat terkonsentrasi di lokasi komersial.
Penetrasi kredit di Nigeria juga termasuk yang terendah di dunia karena akses perbankan pun rendah. Selain itu, jutaan Muslim Nigeria tidak mau memanfaatkan kredit bank konvensional.