REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Inovasi berbasis teknologi harus bisa jadi solusi atas satu permasalahan, terutama yang sifatnya lokal. Deputi Bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santoso Sungkari menjelaskan, amat bagus bila para pengusaha muda membuat bisnis untuk menyelesaikan masalah publik, terutama yang bersifat lokal sebab yang bisa menyelesaikan masalah lokal adalah para inovator lokal juga.
Ada banyak persoalan yang belum masyarakat Indonesia miliki solusinya seperti sampah, pertanian, atau transportasi bus umum. Dalam ekonomi kreatif, yang dituntut adalah tidak hanya produk yang inovatif tapi juga sistem pembayaran.
''Kreasi harus jadi solusi,'' kata Hari dalam serial seminar Islamic Fintech di Kompleks STEI Tazkia, Sentul, Kabupaten Bogor Jawa Barat, Sabtu (30/9).
Kanal jual beli daring membuat ekonomi jadi inklusif. Meski memang belum semua pelaku UMKM siap menghadapi dan masuk di dalamnya. Di saat bersamaan, mereka mendapat saingan sehingga muncul celah yang harus diisi. ''Sayang, permasalahan pelaku usaha kita adalah inkonsistensi kualitas produk selain juga pengemasan,'' ungkap Hari.
Pengemasam tidak harus mahal. Kemasan sederhana yang tampilannya manis bisa membuat harga produk meningkat. Begitu juga cerita di balik produk, misalnya kisah di balik motif tenun. Cerita lokal yang terkait produk tersebut membuat produk jadi hidup.
Di Indonesia, 50 persen tantangan ekonomi kreatif adalah persoalan SDM, 36,4 persen soal modal, dan 13,6 persen soal regulasi. Saat ini pemerintah menggunakan metode sand box untuk fintech dimana regulasi akan mengikuti perkembangan industri dan tidak mengikuti regulasi sebelumnya. Sehingga aturan tidak mengikat krativitas.
''Ekosistem fintech seperti akuarium. Ikan bagus tidak bisa hidup di akuarium jelek,'' ucap Hari.