Selasa 19 Sep 2017 04:33 WIB

Jadikan Rupiah Sebagai Pemersatu Bangsa

Rupiah
Foto: Antara
Rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, PASURUAN - Pemerintah Republik Indonesia (RI) akhir tahun 2016 sudah meluncurkan Mata Uang Baru Rupiah emisi 2016. Namun hingga kini, isu-isu negatif dan meresahkan masyarakat terkait mata uang rupiah emisi 2016 masih terus terjadi terutama dalam sosial media.

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengajak konstituennya di Pasuruan dan Probolinggo untuk benar-benar mencintai rupiah. Secara khusus, politikus Partai Golkar itu mengharapkan kalangan Muslimat Nahdatul Ulama (NU) menangkal provokasi yang menyudutkan mata uang kebanggaan nasional itu.

Misbakhun menyatakan hal itu saat hadir sebagai pembicara pada acara sarasehan bertema 'Cinta Rupiah Cinta Indonesia' yang digelar oleh Pimpinan Cabang Muslimat NU Kota Pasuruan melalui kerja sama dengan DPR dan Bank Indonesia (BI) di Kota Pasuruan, Senin (18/9). Menurutnya, BI pada akhir 2016 silam telah meluncurkan pecahan baru rupiah emisi 2016.

Sayangnya, hingga kini ada isu-isu negatif tentang rupiah emisi 2016 yang meresahkan masyarakat. Isu itu beredar secara viral di media sosial. Karena itu Misbakhun mengajak Muslimat NU aktif menangkal isu negatif yang memojokkan rupiah.

Menurutnya, mata uang bagi suatu negara tidak hanya berfungsi sebagai alat transaksi perdagangan dan stabilitas ekonomi, namun juga identitas dan simbol kedaulatan negara. "Mencintai dan bertransaksi menggunakan rupiah sama dengan mencintai kedaulatan dan kemandirian Indonesia," katanya dalam keterangan resmi kepada Republika.co.id.

Lebih lanjut legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur II yang meliputi Pasuruan dan Probolinggo itu menambahkan, sesuai Undang-Undang Mata Uang maka rupiah adalah alat pembayaran yang sah dan wajib digunakan dalam setiap transaksi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kewajiban penggunaan rupiah juga didasari pertimbangan bahwa uang merupakan salah satu simbol kedaulatan, identitas sekaligus pemersatu sebuah negara.

Menurutnya, maraknya anggapan bahwa simbol BI di uang kertas yang diidentikkan dengan palu arit ataupun isu negatif lainnya di medsos yang melemahkan nilai tukar rupiah merupakan bentuk provokasi. Mantan pegawai Kementerian Keuangan itu menduga provokasi tersebut bertujuan meresahkan masyarakat dan mengikis kepercayaan terhadap pemerintah yang sah.

Oleh karena itu, Misbakhun mengajak Muslimat NU dan masyarakat luas untuk memerangi isu provokasi tersebut. Apalagi, Pasuruan terkenal sebagai Kota Santri dan menjadi basis nahdiyin.c"Tugas ibu-ibu Muslimat memberikan sosialisasi pada masyarakat. Siapa yang bisa melawan (provokasi soal rupiah, red), salah satunya Muslimat NU," tegasnya.

Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, Muslimat NU juga bisa menjelaskan ke masyarakat tentang rupiah asli emisi 2016. "Mengingat BI keluarkan mata uang sangat ketat," ujarnya.

Ke depan, Misbakhun akan mendorong sinergitas antara BI dan Pimpinan Cabang Muslimat NU Kota Pasuruan. Tujuannya adalah dalam mewujudkan kemandirian organisasi dan kesejahteraan masyarakat khususnya warga Muslimat NU di Kota Pasuruan.

Terlihat hadir dalam sarasehan itu antara lain Wali Kota Pasuruan Setiyono, Kepala Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur Difi Johansyah, Rois Suriyah PCNU Kota Pasuruan Ali Iqbal, Ketua Muslimat Kota Pasuruan Hj Sofiyah Khusaeri, pengurus Ranting, pengurus Anak Cabang, dan Pengurus Cabang Muslimat NU Kota Pasuruan. Pada kesempatan itu, BI juga membawa alat peraga untuk mengenali ciri-ciri rupiah emisi 2016.

Kepala BI Cabang Malang Dudi Herawadi dalam kesempatan itu mengajak Muslimat NU dan masyarakat luas mengenali mata uang rupiah emisi 2016 yang asli. Dudi juga mengimbau kepada masyarakat melalui muslimat NU Kota Pasuruan agar bersama-sama mewujudkan nasionalisme dan cinta tanah air dengan menjaga rupiah dari isu-isu tidak benar serta  mewaspadai uang palsu. "Mencintai rupiah, menjaga rupiah merupakan wujud cinta tanah air dan menjaga kedaulatan bangsa," kata Dudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement