REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur mengeluhkan pemberlakukan harga eceran tertinggi (HET) beras yang ditetapkan Kementerian Perdagangan. Menurut pedagang, penetapan HET menyebabkan harga beras di pasaran menjadi kacau.
"Pemasok beras dari daerah jadi mengacu pada HET beras premium. Padahal, rentang harga beras medium dan premium terlalu jauh," kata Rojikin, salah satu pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Rabu (6/9).
Rojikin mengatakan, pemasok dari berbagai daerah yang mengirimkan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang, menawarkan harga terlalu tinggi kepada pedagang. Akibatnya, pedagang kesulitan menghitung untuk menetapkan harga jual.
Bila menerima harga yang ditawarkan pemasok begitu saja dan kemudian menjual dengan harga di atas HET yang ditetapkan Kementerian Perdagangan, pedagang juga khawatir akan dipidana. "Ibaratnya, kami tidak mencuri, tidak merampok, tetapi karena menjual beras dengan harga di atas aturan, bisa dipenjara. Lebih baik siapkan saja penjaranya di pasar induk," tuturnya.
Di sisi lain, Rojikin mengatakan, pemasok sebenarnya juga memerlukan kepastian berasnya dibeli oleh pedagang di pasar induk. Bila harga yang ditawarkan terlalu tinggi, pemasok berisiko tidak ada pedagang yang mau menerima berasnya. "Kalau berasnya tidak segera laku, mereka juga akan dibebani dengan biaya parkir dan makan untuk sopir dan kenek di pasar induk," tuturnya.
Rojikin mengatakan, aturan mengenai HET beras juga menimbulkan tanda tanya karena akan diberlakukan di pasaran yang mana. Apakah HET itu untuk harga di pasar induk, pedagang eceran atau supermarket.
Kementerian Perdagangan telah menerbitkan aturan tentang HET beras yang mengelompokkan beras ke dalam tiga jenis, yaitu medium, premium, dan khusus.
Beras medium adalah beras yang memiliki spesifikasi derajat sosok minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir patah 25 persen. Beras medium dijual dalam bentuk curah atau kemasan dan wajib mencantumkan label medium dan HET pada kemasannya.
Beras premium adalah beras yang memiliki spesifikasi derajat sosok minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen dan butir patah 15 persen. Beras premium dijual dalam bentuk curah atau kemasan dan wajib mencantumkan label premium dan HET pada kemasannya.
Sedangkan, kriteria beras khusus akan diatur oleh Kementerian Pertanian. Yang termasuk beras khusus adalah beras thai hom mali, japonica, basmati, ketan, beras organik dan beras bersertifikat.
HET untuk beras medium untuk setiap kilogram adalah Rp 9.450 (Jawa, Lampung, Sumatra Selatan); Rp 9.950 (Sumatra); Rp 9.450 (Bali, NTB); Rp 9.950 (NTT); Rp 9.450 (Sulawesi); Rp 9.950 (Kalimantan); Rp 10.250 (Maluku) dan Rp 10.250 (Papua).
Adapun, HET untuk beras premium untuk setiap kilogram adalah Rp 12.800 (Jawa, Lampung, Sumatra Selatan); Rp 13.300 (Sumatra); Rp 12.800 (Bali, NTB); Rp 13.300 (NTT); Rp 12.800 (Sulawesi); Rp 13.300 (Kalimantan); Rp13.600 (Maluku) dan Rp13.600 (Papua).