REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengingatkan agar semua Kementerian dan Lembaga (K/L) tidak melewatkan momentum perbaikan ekonomi yang tengah dirasakan Indonesia.
Indonesia saat ini sedang mendapat kepercayaan dari pihak internasional sebagai salah satu negara yang baik untuk prospek ekonomi ke depan. Kepercayaan ini harus bisa dimanfaatkan dengan memperbaiki kinerja guna menunjang pertumbuhan ekonomi. "Momentum tidak akan datang dua atau tiga kali. Ini momentumnya sudah ada di tangan," kata Joko Widodo dalam Sidang Kabinet, Selasa (29/8).
Joko Widodo (Jokowi) menuturkan, momentum perbaikan ini terlihat dari investment grade yang diberikan Fitch Rating, Moody's, dan Standard and Poor (SnP). Selain itu, Indonesia yang awalnya berada di posisi ke-8 sebagai negara tujuan investasi loncat menjadi ke-4.
Di dalam negeri, survei dari Gallup World Poll menempatkan Indonesia pada peringkat pertama sebagai negara yang pemerintahannya dipercaya oleh masyarakat mencapai 80 persen. Survei ini, lanjut Jokowi, bukan survei biasa. Ini memperlihatkan bahwa Indonesia sedang berada di jalur yang benar dalam perekonomian.
Di sisi lain, rendahnya inflasi yang berhasil dijaga di bawah empat persen harus bisa dimanfaatkan. Termasuk dengan penurunan suku bunga bank Indonesia (BI) yang berhasil ditekan hingga 4,5 persen. "Kalau kita biarkan lewat (momentum ini), kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Jangan sampai ada yang enggak ngerti ada momentum ini," ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, utamanya ke depan sektor investasi menjadi kunci penting dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi. Melalui investasi akan tercipta lapangan kerja yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Meski ekpor Indonesia semakin baik, tapi nilainya belum banyak karena perekonomian global yang belum juga stabil, sehingga tidak mungkin berharap pada ekspor komoditas.
Untuk itu, Jokowi meminta agar K/L bisa menyisir kembali peraturan-peraturan yang bisa menghambat pertumbuhan investasi. Jangan sampai peraturan yang ada membiarkan momentum pertumbuhan ekonomi yang ada justru sia-sia.