REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, wacana asuransi untuk pengangguran (unemployment insurance) harus dikaji benar agar tidak menimbulkan dampak negatif. Asuransi pengangguran harus diarahkan kepada jaminan pengangguran.
“Jadi, orang yang nganggur itu masih bisa hidup minimal. Tapi, itu harus dikaji benar karena malah bisa membuat orang tidak tertarik mencari kerja," ujar Bambang dalam Seminar Nasional Demografi bertema "Pemanfaatan Demografi Indonesia di Sektor Kepariwisataan, Kebaharian, dan Ekonomi Kreatif" di Jakarta, Selasa (29/8).
Hingga saat ini, Bappenas masih mengkaji rencana adanya asuransi untuk pengangguran, yang disebut sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia. Sebelumnya, pada akhir tahun lalu, Bappenas sempat menggelar diskusi dengan berbagai pihak terkait baik dari pemerintah, pengusaha, pakar, masyarakat, dan pihak terkait lainnya, membahas wacana asuransi bagi penganggur tersebut.
Bappenas menyebutkan, asuransi pengangguran dapat menjadi semacam 'bantalan' bagi para pekerja saat mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan atau institusi tempatnya bekerja. Bambang sebelumnya sempat menuturkan pengalamannya mempelajari asuransi bagi pengangguran di Australia.
Ada dampak negatif dari asuransi pengangguran karena para penganggur justru menjadi malas bekerja karena sudah adanya dana tersebut. "Ada syarat dalam setiap tiga bulan mendaftar di bursa kerja, tapi ya akhirnya daftar-daftar aja. Akhirnya tidak ada yang mau kerja, karena lebih nyaman dapat unemployment benefit tadi," ujarnya.
Karena itu, Bambang melanjutkan, perlu ada perhitungan yang pas agar asuransi pengangguran tersebut benar-benar dapat bermanfaat bagi para penganggur yang tengah mencari pekerjaan baru. "Maka perlu ada hitungan berapa persen dari APBN dan ada batasnya. Kami beri unemployment benefit agar mereka bisa menjaga keluarga sampai mendapatkan pekerjaan," kata Bambang.