REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat meluncurkan pembiayaan mikro perumahan untuk rumah swadaya bagi pekerja sektor informal dengan menggandeng empat lembaga jasa keuangan. Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti menuturkan selama ini, masyarakat berpenghasilan rendah atau tidak tetap masih sulit mengakses kredit pemilikan rumah (KPR).
Hal itu diungkapkannya usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Kementerian PUPR dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE), PT Pegadaian, dan Yayasan Habitat Kemanusiaan Indonesia, Rabu (23/8) di Semarang. Penandatanganan MoU itu dilaksanakan bersamaan dengan seminar "Rumah Layak Huni dan Terjangkau Bagi Masyarakat Berpenghasilan Tidak Tetap" sebagai rangkaian peringatan Hari Perumahan Nasional 2017.
Lana menyebutkan pembiayaan mikro perumahan itu diharapkan sesuai dengan karakteristik, terutama penghasilan masyarakat sektor informal yang kurang cocok diberikan kredit dalam jumlah yang besar. "Seperti buruh, pedagang, petani, dan lainnya, kan masih sulit mengakses KPR dari bank. Makanya, kami desain pembiayaan mikro perumahan ini maksimal Rp 50 juta dengan tenor waktu selama lima tahun," katanya.
Untuk tahap awal, kata dia, sumber dana pembiayaan mikro perumahan tersebut menggunakan murni dana lembaga jasa keuangan dengan mekanisme pasar yang lebih fleksibel dalam pemanfaatannya. Fleksibilitas yang dimaksudkan, kata dia, mulai pemanfaatan untuk pembelian kavling tanah, sertifikasi, membangun pagar rumah, pondasi, kontruksi bangunan, perbaikan rumah, hingga jadi rumah layak huni.
Sebagai pilot project, skema pembiayaan mikro perumahan itu akan disalurkan kepada komunitas masyarakat berpenghasilan tidak tetap di 16 provinsi yang memperoleh dana Dekonsentrasi Sub Bidang Pembiayaan Perumahan 2017.
Sementara itu, Direktur Konsumer BRI Randi Anto menjelaskan skema pembiayaan perumahan untuk rumah swadaya sangat menarik dan sejalan dengan program pemerintah untuk menyediakan rumah bagi masyarakat kurang mampu.
"Pada tahap awal, kami targetkan bisa membiayai setidaknya 3.000 rumah di seluruh wilayah yang menjadi 'pilot project'. Ini tidak jauh beda dengan sektor mikro sebelumnya. Hanya saja, ini khusus perumahan," katanya.
Skemanya, kata dia, ditetapkan bergulir yang dari Kementerian PUPR sudah memberikan plafon maksimal Rp50 juta dalam lima tahun, namun jika sudah selesai dan pembangunan belum rampung bisa dilanjutkan.
Mengenai persyaratan, Randi mengatakan sangat mudah, yakni dengan menunjukkan surat keterangan usaha dan surat keterangan kepemilikan tanah yang akan dibangun di seluruh kantor BRI yang saat ini sudah ada 5.000-an unit.
"Melalui pembiayaan mikro perumahan ini, masyarakat sektor informal memiliki peluang mendapatkan pembiayaan perumahan yang sifatnya inkremental dan berulang untuk memenuhi kebutuhan rumah secara bertahap," kata dia.