Jumat 18 Aug 2017 11:07 WIB

Rp 2,6 Triliun untuk Terangi NTT

Rep: Rakhmat Hadi Sucipto/ Red: Agus Yulianto
  Gardu Induk di Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT), berkapasitas 70 kilovolt ini merupakan objek vital nasional yang menjadi bagian penting untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah NTT.
Foto: Republika/Rakhmat Hadi Sucipto
Gardu Induk di Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT), berkapasitas 70 kilovolt ini merupakan objek vital nasional yang menjadi bagian penting untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah NTT.

REPUBLIKA.CO.ID, ATAMBUA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengalokasikan anggaran minimal Rp 2,6 triliun untuk membangun jaringan listrik di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut General Manager PT PLN Wilayah NTT Richard Safkaur, anggaran tersebut diprioritaskan untuk pembangunan jaringan pada 2017 dan 2018.

Richard menjelaskan, tahun ini PLN Wilayah NTT menganggarkan dana sebesar Rp 1,2 triliun untuk membangun jaringan listrik yang diperlukan untuk memasok listrik bagi 633 desa. “Kami sudah bertekad pada tahun 2017 ini ada tambahan 633 desa yang bisa dialiri listrik,” ungkap Richard seperti dilaporkan Wartawan Senior Republik, Rakhmat Hadi Sucipto dari Atambua, Kamis (17/8).

Hingga Agustus 2017, menurut Richard, masih ada 1.203 desa di seluruh wilayah NTT belum mendapatkan suplai listrik. Jika 2017 ada tambahan 633 desa yang teraliri listrik, masih tersisa 570 desa yang harus segera diterangi listrik. Sisa desa yang belum terpasok listrik, ditargetkan bisa terang pada tahun berikutnya. Untuk membangun jaringan dan memasok listrik pada 2018, minimal memerlukan anggaran Rp 1,4 triliun.

Richard menyatakan, kondisi alam yang berbeda akan memberikan tantangan berbeda di lapangan. Pada 2018 dana yang diperlukan untuk membangun jaringan lebih besar meski target desa yang akan dialiri listrik lebih sedikit, 570 desa, sementara pada 2017 sebanyak 633 desa.

“Kepadatan penduduk, jumlah rumah, dan jarak tempat tinggal antarwarga berpengaruh pada nilai investasi untuk membangun dan mendistribusikan listrik kepada pelanggan,” ungkap Direktur Human Capital Management PT PLN, Muhamad Ali, di Atambua, Kamis (17/8). “Karena itulah, investasi pembangunan jaringan dan distribusi listrik di wilayah NTT juga berbeda-beda. Ada yang murah, ada pula yang mahal sekali.”

Karakteristik wilayah sangat menentukan investasi dan lama proses pembangunan jaringan listrik di daerah. “Di Sumatra, misalnya, ada investasi yang murah, bisa kurang dari Rp 2,0 juta per pelanggan, tetapi juga ada yang sampai puluhan juta. Bahkan, pengalaman saya ada yang investasinya sampai lebih dari Rp 120 juta untuk satu pelanggan,” jelas Amir Rosidin, Direktur Bisnis PT PLN Regional Jawa Bagian Tengah, kepada Republika, Kamis (17/8).

Amir Rosidin sempat menjadi Direktur Bisnis PT PLN Regional Sumatra pada 2015 hingga Juli 2017 lalu. Amir Rosidin juga pernah menjabat posisi sebagai General Manager PT PLN Wilayah Nusa Tenggara Timur. Karena itulah, dia memahami karakteristik dan tantangan yang dihadapi tim PLN wilayah tersebut.

NTT memang harus bekerja keras menerangi seluruh wilayah bagian timur Indonesia tersebut. Selain banyak desa yang belum mendapatkan pasokan listrik, menurut Richard, menikmati listrik memang menjadi hak mendasar warga sehingga pihaknya berusaha keras untuk memenuhi hak tersebut.

“Menikmati aliran listrik itu hak setiap warga negara Indonesia. Karena itu, kita akan berjuang keras agar mereka bisa menikmatinya. Kita sudah ditarget untuk menerangi seluruh desa yang masih gelap pada 2018, bukan tahun 2019,” ungkap Richard.

Bila dilihat dari rasio elektrifikasi, status desa yang belum berlistrik di wilayah NTT memang masih sangat menyedihkan. Sebagai gambaran, pada 2016 rasio desa berlistrik di NTT masih sangat rendah, hanya 63,21 persen. Mengapa demikian? Karena desa yang belum berlistrik mencapai 1.203, sementara total desa yang ada di NTT sebanyak 3.270 desa. Jika ada tambahan 633 desa yang mendapat pasokan listrik pada tahun 2017 ini, rasio elektrifikasi desa di NTT bertambah menjadi 82,57 persen. “Kita harapkan rasionya menjadi sempurna 100 persen pada tahun 2018,” ujar Richard.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement