REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) telah menetapkan pembangunan wilayah perbatasan sebagai salah satu agenda prioritas kebijakannya. Dalam nawacita Jokowi-JK disebutkan pemerintah akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Salah satu sektor yang menjadi fokus pembangunan di wilayah perbatasan adalah sektor pertanian. Sektor ini dinilai dapat menghasilkan nilai tambah tinggi bagi masyarakat. Untuk itu, langkah-langkah terobosan dilakukan pemerintah agar sektor pertanian bisa turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi di wilayah perbatasan.
Sebagai upaya membangun pertanian di wilayah perbatasan, Kementerian Pertanian (Kementan) melaksanakan berbagai strategi dengan membangun sistem pertanian modern terpadu dan berkelanjutan melalui pendekatan kawasan.
“Komoditas yang dikembangkan di setiap kawasan akan disesuaikan dengan kondisi wilayah dan aksesbilitas lokasi serta ketersediaan sumber daya lahan dan air,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Suwandi, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (15/8).
Program pembangunan pertanian di wilayah perbatasan ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman. Langkah-langkah yang telah dilakukan untuk capai tujuan tersebut antara lain memperbaiki jaringan irigasi yang rusak, pemanfaatan benih varietas unggul, peningkatan penggunaan pupuk organik, serta pengendalian hama terpadu. Selain itu, Kementan juga berupaya meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dengan penguatan kelembagaan petani dan meningkatkan intensitas penyuluhan pertanian. “Penyuluhan pertanian memiliki peran strategis sebagai agent of change untuk mempercepat pembangunan pertanian di perbatasan,” ujar Suwandi.
Kementan dalam programnya memfokuskan pembangunan lumbung pangan di lima wilayah perbatasan, yakni Kepulauan Riau, Entikong Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku Utara, dan Merauke. Kelima wilayah perbatasan tersebut dipersiapkan menjadi pintu gerbang ekspor ke negara-negara tetangga di antaranya Kepulauan Riau untuk suplai ekspor ke Singapura, Entikong, Kalimantan Barat untuk mengekspor ke Malaysia, NTT untuk suplai ke Timor Timur, serta Merauke untuk mengekspor ke Papua Nugini, Fiji, Samoa, Vanuatu dan sekitarnya.
Upaya pemerintah dalam membangun pertanian di perbatasan mulai membuahkan hasil dengan kegiatan ekspor sejumlah wilayah perbatasan ke negara tetangga. Rencana terdekat, Indonesia akan melakukan ekspor beras dari wilayah Merauke, Papua ke tiga negara pasifik, yakni Samoa, Fiji, dan Vanuatu. Selain itu, Indonesia juga sedang mengembangkan wilayah Entikong untuk memasok kebutuhan jagung di Malaysia.
Untuk mendukung kegiatan pembangunan pertanian di wilayah perbatasan, Kementan terus mendorong pembukaan lahan haru. Misalnya di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, Kementan telah melakukan cetak sawah seluas 5.000 hektare.
Di Entikong, Kementan menargetkan cetak sawah seluas 50 ribu hektare. Pembangunan pertanian di wilayah perbatasan juga turut didukung sinergi Kementan dengan kementerian dan lembaga lain. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, misalnya turut memfasilitasi pembangunan bendungan hingga irigasi sebagai sumber pengairan lahan pertanian. Antara lain bendungan di Yahukimo, Papua, yang dibangun dengan anggaran Rp 109,8 miliar dengan kontrak tahun jamak 2012-2016, dan juga bendungan Nuhoa di Nabire yang dibangun dengan anggaran Rp 21,3 miliar dari 2012-2017.