Senin 24 Jul 2017 21:51 WIB

Pelaku Industri Garam Mulai Merumahkan Pekerja

 Pedagang menunjukan garam di Pasar Tebet Timur, Jakarta, Ahad (5/3).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pedagang menunjukan garam di Pasar Tebet Timur, Jakarta, Ahad (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sejumlah pelaku industri garam mulai merumahkan karyawan akibat tidak bisa produksi dan mereka terpaksa menghentikan produksi karena kesulitan mendapatkan bahan baku.  "Kami sudah dua bulan tidak berproduksi akibat tidak tersedianya bahan baku di seluruh sentra penghasil garam nasional," kata Direktur PT Budiono Madura Bangun Persada Ali Wafa di Bandung, Senin. 

Menurut dia, saat ini petani garam tidak bisa panen karena hujan yang masih terjadi meski seharusnya sudah memasuki musim kemarau. "Jadi kalau Agustus 2017 ini hujan masih terjadi, maka bisa dipastikan tahun ini akan kembali gagal panen. Kalaupun tidak hujan maksimal bisa panen hanya 40 persen," kata dia.

Melihat kondisi tersebut, pihaknya meminta kepada pemerintah menggunakan diskresinya untuk melakukan impor garam secepatnya.  Ia menuturkan, sejumlah sentra garam nasional seperti Jeneponto dan Pangkep (Sulawesi Selatan), Madura (Jawa Timur) dan Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah tidak bisa memenuhi permintaan. 

"Bahkan setelah lebaran kemarin kami terpaksa harus merumahkan 400 karyawan akibat tidak ada produksi," kata dia.

Ia mengatakan, selama ini garam yang diolahnya 60 persen untuk kepentingan konsumsi guna memenuhi pasar Kalimantan dan Sumatera. Sedangkan sisanya untuk kepentingan industri pengasinan ikan. "Bisa dibayangkan rumitnya situasi saat memasuki Idul Adha untuk kepentingan pengasinan kulit hewan kurban," kata dia.

Direktur CV Keluarga Gresik Subhan menuturkan pada Januari 2017 menjadi kesempatan terakhir baginya untuk melakukan produksi. Dia mengatakan, perusahaannya yang mempekerjakan 25 karyawan terpaksa harus merumahkankan karyawan dengan alasan yang sama, akibat tiadanya bahan baku garam.

Penghentian produksi juga dialami IKM garam asal Gresik lainnya. Selama 22 tahun dirinya menggeluti bisnis pengolahan garam konsumsi baru kali ini mengalami krisis bahan baku akibat gagal panen sehingga petani tidak bisa menjual.

Sekjen Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara menambahkan, saat ini di pasaran garam konsumsi sulit didapat karena produsen tidak bisa berproduksi akibat sulit mendapatkan bahan baku. Apabila kondisi ini dibiarkan, kata Cucu, kedepannya akan menyebabkan gagalnya program kesehatan yang dicanangkan pemerintah, yakni Universal Salt Iodization (USI).

"Salah satu program gizi yang menambahkan zat gizi yodium dalam garam (yodisasi) secara massal baik garam untuk konsumsi untuk manusia maupun hewan. Kalau manusia tidak mendapatkan iodium akan kurang cerdas dan pertumbuhan fisiknya tidak sempurna," kata dia.

Dia mengatakan, saat ini stok garam dalam negeri terus menipis dan tingginya kebutuhan belum bisa diimbangi oleh produksi dalam negeri yang baru bisa mencapai 1,8 juta ton per tahun dari kebutuhan 4,3 juta ton.

Selain mengancam ketersediaan garam bagi masyarakat, kata dia, kondisi inipun mengancam keberlangsungan sejumlah industri di dalam negeri yang menjadikan garam sebagai salah satu bahan baku utama. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement