Jumat 21 Jul 2017 16:24 WIB

Daya Beli Diprediksi Merosot karena Perubahan PTKP

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nur Aini
Pajak/ilustrasi
Foto: Pajak.go.id
Pajak/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Rizal E Halim menilai, menurunkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) saat ini kurang tepat. Justru, menurut dia, semestinya ada insentif bagi masyarakat untuk memperkuat daya beli yang saat ini merosot.

''Tentunya akan berpotensi menekan daya beli, karena pendapatan semakin berkurang khususnya bagi masyarakat yang pendapatannya Rp 4,5 juta ke bawah,'' kata Rizal, saat dihubungi, Jumat (21/7).

Ia menjelaskan, revisi PTKP malah akan menjadi dis-insentif dan berpotensi menggerus kepercayaaan publik terhadap pemerintah. Semestinya, jika memang yang diinginkan adalah mendorong penerimaan pajak, maka basis pajak yang di eksplorasi adalah pajak badan usaha. ''Dibanding menurunkan pendapatan kena pajak. Ini yang belum banyak dilakukan,'' ujar dia.

Hal ini sama ketika pemerintah mengejar pajak perorangan yang kontribusinya tidak signifikan. Ia menegaskan, kebijakan tersebut kurang pas dan terkesan tidak berempati terhadap situasi masyarakat saat ini.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak tengah melakukan kajian untuk mengubah batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang saat ini Rp 4,8 juta sebulan atau Rp 54 juta per tahun. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengisyaratkan bahwa PTKP akan disesuaikan berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP), tidak dipukul rata seperti yang berlaku saat ini. Jika standar itu yang dipakai, maka jumlah masyarakat yang penghasilannya dikenai pajak akan lebih banyak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement