Selasa 18 Jul 2017 11:09 WIB

KPPU Gandeng BPK Efektifkan APBN

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
Anggaran Negara (ilustrasi)
Foto: Antara
Anggaran Negara (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menerima 2.537 laporan masyarakat sejak awal berdiri hingga tahun ini. Hal tersebut dikatakan Ketua KPPU Syarkawi Rauf melalui siaran resmi, Selasa (18/7).

Ia mengatakan, KPPU sejak awal berdirinya yakni 7 Juni 2000 diperuntukkan menjaga perekonomian yang sehat.  Selain persaingan usaha yang sehat, pengadaan barang dan jasa juga memiliki peran penting dalam mendongkarak perekonomian.

Belanja pengadaan barang dan jasa diharapkan menjadi pengungkit perekonomian nasional dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, pemerataan dan penanggulangan kemiskinan. "Sayangnya, tidak sedikit proses pengadaan barang dan jasa yang justru berujung pada praktik persaingan tidak sehat dan korupsi," kata dia.

Terkait hal tersebut, KPPU pun bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyelenggarakan Workshop dengan tema 'Resiko Penyimpangan Dalam Semua Tahap Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah serta Pembuktiannya'. Diakui Syarkawi workshop ini diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi Investigator KPPU dan auditor BPK dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap kasus penyimpangan tender.

Dalam hal ini, baik KPPU maupun BPK ingin mendorong efisiensi ekonomi nasional. KPPU mempunyai tugas untuk mendorong terciptanya efisiensi belanja barang jasa dan efisiensi dalam perekonomian secara umum atau efisiensi ber-keadilan. Sedangkan BPK menginginkan efisiensi dalam pengeluaran anggaran pemerintah.

Ia melanjutkan, jika efisiensi dalam pengadaan barang dan jasa dapat diwujudkan maka akan membawa dampak sangat signifikan bagi pembangunan nasional. Saat ini, sesuai arahan presiden, sekitar Rp 2.100 triliun APBN harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan atau mengurangi ketimpangan, menyerap tenaga kerja dan akhirnya mampu mengurangi jumlah penduduk miskin.

Dalam beberapa kesempatan, lanjut dia, Presiden Joko Widodo ingin mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5-7 persen dalam lima tahun ke depan. Menurutnya, basis dari pertumbuhan ekonomi tinggi adalah pertumbuhan produktivitas dan dasar dari produktifitas adalah efisiensi.

"Guna mendorong efisiensi, salah satu caranya, yakni lewat proses kompetisi yang sehat," kata Syarkawi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement