REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka rasio gini terbaru. Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, per Maret 2017 rasio gini Indonesia sebesar 0,393, nyaris tak ada perbaikan dibandingkan rasio gini September 2016 sebesar 0,394.
Angka ini menggambarkan tingkat ketimpangan ekonomi Indonesia yang diukur dari tingkat pengeluaran penduduknya. Tak hanya itu, jumlah penduduk miskin juga justru bertambah 6.900 orang dalam kurun waktu enam bulan, menjadi 27,77 juta jiwa pada Maret 2017. BPS mengakui bahwa penurunan angka kemiskinan semakin sulit dalam beberapa tahun terakhir.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Sairi Hasbullah menyebutkan, stagnasi tingkat ketimpangan yang diukur melalui rasio gini terjadi lantaran perbaikan pendapatan masyarakat tak cukup cepat mengimbangi laju inflasi yang ada. Meski begitu, ia mengungkapkan ada sisi positif yang terukur yakni peningkatan pertumbuhan pengeluaran yang terukur di kelompok ekonomi menengah.
Sebaliknya, perlambatan terjadi untuk kelompok ekonomi teratas dan terbawah. Ibaratnya, Sairi memberi contoh, bila kelompok ekonomi masyarakat Indonesia terbagi dalam 10 tingkatan, maka ekonomi yang mengalami perbaikan adalah kelompok 6,7, dan 8. Sementara kelompok di tingkat 10 mengalami perlambatan dan kelompok 1 dan 2 juga mengalami hal yang sama.
Sairi mengatakan, bila dilihat per sektor maka pendapatan penduduk miskin yang bekerja di sektor konstruksi mengalami peningkatan sebesar dua persen hingga kuartal I 2017. Tak hanya itu, penduduk miskin yang bekerja di sektor perdagangan meningkat sebesar dua persen. Bahkan peningkatan hingga tiga persen juga terjadi untuk penduduk miskin di sektor industri. Hanya saja, peningkatan yang terjadi cenderung lebih lambat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Di sisi lain, tingkat inflasi sejak tahun lalu yang meski dinilai rendah, tetapi ternyata cukup kuat untuk diimbangi oleh perbaikan pendapatan buruh.
"Pendapatan orang miskin naik, tapi garis kemiskinan yang disebabkan oleh inflasi naiknya lebih cepat," kata Sairi di Kantor Pusat BPS, Senin (17/7).
Artinya, inflasi yang mengerek harga-harga kebutuhan pokok terjadi lebih cepat dibanding peningkatan pendapatan. Sairi menilai bahwa solusi yang harus dipertimbangkan pemerintah untuk menekan angka ketimpangana dalah mempertahankan tingkat inflasi di level rendah dan peningkatan pendapatan kelompok miskin. "Jadi misalkan buruh-buruh yang bekerja di warung makan, gimana pendapatannya lebih meningkat," katanya.