Rabu 12 Jul 2017 16:15 WIB

Sri Mulyani: 1.500 Importir Berpotensi Rugikan Negara

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nidia Zuraya
Sejumlah pejabat tinggi negara menyatukan tangan sebagai bentuk komitmen bersama memberantas impor berisiko tinggi, di Jakarta, Rabu (12/7).
Foto: Republika/Halimatus Sa'diyah
Sejumlah pejabat tinggi negara menyatukan tangan sebagai bentuk komitmen bersama memberantas impor berisiko tinggi, di Jakarta, Rabu (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap ada sekitar 1.300-1.500 importir bermasalah yang berisiko tinggi merugikan negara. Mereka adalah importir yang memiliki rejam jejak buruk sehingga aparat mencurigai aktivitas mereka sarat kecurangan.

Sri mencontohkan, ada importir yang menyelundupkan barang supaya terbebas dari kewajiban membayar pajak, menyogok aparat, tidak transparan dalam mengisi dokumen impor dan ada pula yang bahkan tidak memiliki NPWP. "Mereka adalah importir yang selama ini, baik dari sisi lokasinya, aktivitasnya dan track record-nya dianggap tidak miliki reputasi yang baik," ujar Menkeu, di kantor pusat Ditjen Bea Cukai, Rabu (12/7).

Adapun barang impor yang dipasok para importir bermasalah tersebut terdiri dari beragam jenis, mulai dari tekstil hingga barang elektronik. Penindakan terhadap para importir nakal, menurut Sri, sudah dilakukan. Salah satunya Kementerian Keuangan telah menindak 679 importir yang tidak memiliki NPWP. Kemudian, importir yang kedapatan tidak membayar pajak langsung dibekukan izin usahanya.

Hanya saja, Sri mengakui bahwa upaya penindakan dan pencegahan yang dilakukan pemerintah selama ini belum optimal lantaran masih banyak celah yang dapat dimanfaatkan para pelaku untuk memuluskan kegiatan ilegal mereka. Karena itu lah, usai rapat koordinasi yang khusus membahas impor berisiko tinggi, Kementerian Keuangan bersama Kepolisian Republik Indonesia, TNI, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kantor Staf Presiden (KSP) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sepakat membentuk satuan tugas (Satgas) untuk memberantas kegiatan impor ilegal.

Sri menyebut, komitmen dari para pihak terkait itu direspons positif oleh asosiasi pengusaha. Sebab, mereka selama ini juga dirugikan dengan iklim persaingan usaha yang tidak seimbang sebagai efek negatif dari aktivitas ilegal para importir nakal.

"Kita menginginkan kegiatan ekonomi formal dan tercatat sehingga menciptakan persaingan yang adil dengan pelaku ekonomi," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement