REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mempersiapkan strategi untuk branding Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Salah satu upaya yang dilakukan BPR diharuskan mengembangkan produk yang berbasis teknologi informasi.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad menjelaskan, untuk pengembangan produk berbasis teknologi diharapkan BPR bisa bekerjasama dengan provider teknologi. Sebab, tidak semua BPR memiliki kemampuan yang sama. Apalagi terdapat BPR yang memiliki permodalan besar, dan ada juga yang sangat kecil.
"BPR yang relatif besar mungkin kemampuan menyerap teknologi juga sudah cukup besar. Tapi kepada yang kecil yang jumlahnya masih 86 persen dari total BPR, modalnya masih di bawah Rp 15 miliar. Jadi tentu saja perlu kerjasama dengan provider teknologi," ujar Muliaman dalam Seminar Kajian Pengembangan Produk dan Layanan Strategi Branding BPR, di Jakarta, Senin (10/7).
Dengan demikian, ini menilai terdapat potensi yang besar untuk membangun sinergi dan kerja sama. Nantinya akan diciptakan produk-produk BPR dengan dukungan dari teknologi.
Menurut Muliaman, disrupsi atau gangguan untuk industri seperti BPR tidak hanya berasal dari perusahaan layanan teknologi finansial atau Fintech, namun bisa dari berbagai macam sudut. Untuk itu, prioritas utama untuk BPR yakni harus dapat memperkuat daya tahan sekaligus kemampuan BPR.
"Saya berharap dengan rebranding dan peranan teknologi lebih besar bisa berdampingan, dengan begitu akan muncul banyak start up terutama di bidang teknologi yang berkembang selama ini," tutur Muliaman.
Deputi Komisioner Perbankan IV OJK, Boedi Armanto menambahkan, dari hasil kajian OJK, ada tiga tahapan yang akan dilakukan untuk formulasi branding BPR dalam menghadapi persaingan di industri jasa keuangan.
"Tahapannya, pertama pengenalan edukasi, kedua dengan melakukan implementasi tentu dengan pilot project bekerjasama dengan Perbarindo (Perhimpunan BPR Indonesia), ketiga melakukan evaluasi dan pengembangan," ujar Boedi Armanto.
Boedi menjelaskan, nantinya Perbarindo akan bekerjasama dengan perusahan IT. Untuk kerjasama tersebut, OJK akan membuat semacam koridor atau threshold bagi BPR. "Akan dibuat koridor, siapa (BPR) yang bisa mengikuti atau tidak dan syarat-syarat yang bisa dipenuhi," kata Boedi.
Salah satu upaya yang dilakukan juga perampingan jumlah BPR. OJK memcatat saat ini jumlah BPR ada sebanyak 1621 di Seluruh Indonesia dengan sekitar 86 persennya merupakan BPR dengan kapasitas permodalan yang kecil.
Selanjutnya hasil kajian diserahkan kepada industri melalui Perbarindo untuk dikembangkan dan diterapkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan industri. Dengan adanya sinergi dan kolaborasi antara OJK, asosiasi, praktisi industri, serta pihak-pihak terkait lainnya, diharapkan penguatan industri dan daya saing BPR dapat diwujudkan.