REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kinerja sektor perbankan di Jawa Timur pada awal 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan rata-rata perbankan nasional. Meskipun perekonomian Jawa Timur pada kuartal I-2017 sebesar 5,37 persen tumbuh lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,1 persen
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 4 Jawa Timur, Sukamto, mengatakan, berdasarkan data Statistik Lembaga Jasa Keuangan Jawa Timur per April 2017 aset perbankan di Jawa Timur meningkat sebesar 7,76 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan peningkatan aset perbankan nasional yang sebesar 10,49 persen (yoy). Pertumbuhan aset tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan di Jawa Timur yang mencapai 7,85 persen (yoy), sedangkan kredit/pembiayaan yang disalurkan tercatat tumbuh sebesar 6,05 persen (yoy).
"Sementara itu, peningkatan DPK dan kredit / pembiayaan perbankan nasional pada posisi April 2017 masing-masing tercatat sebesar 9,63 persen dan 9,53 persen (yoy), masih lebih tinggi dibandingkan Jawa Timur," kata Sukamto dalam acara Halal Bi Halal di gedung Islamic Center Surabaya, Rabu (5/7).
Ia menambahkan, data statistik juga menunjukkan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Konvensional di Jawa Timur sebesar 84,20 persen, lebih rendah dibandingkan LDR Bank Umum Konvensional Perbankan Nasional yang sebesar 89,12 persen. Rasio LDR tersebut juga sebanding dengan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) Bank Umum Konvensional di Jawa Timur yang tercatat sebesar 3,06 persen, lebih rendah dibandingkan rasio NPL Perbankan Nasional yang sebesar 3,16 persen.
"Dari data tersebut, kami akan meminta perbankan konvensional yang memiliki rasio kredit macet di atas 5 persen agat 90 persen target rencana tahunan dapat terealisasi. Jika tidak, maka kinerja jajaran direksi akan dievaluasi," ujarnya.
Sukamto menyebut, penyaluran kredit perbankan di sektor pengolahan dan perdagangan paling banyak memberikan kontribusi terhadap rasio kredit macet perbankan. Ia meminta seharusnya perbankan lebih fokus pada penyaluran kredit di sektor produktif, industri kreatif, dan pertanian. Meskipun, risiko gagal bayar nasabah cukup tinggi karena pengaruh musim. "Sedangkan perbankan yang memiliki laba cukup tinggi seharusnya fokus pada pembiayaan sektor infrastruktur yang rawan dikomersilkan pihak lain," ujarnya. Secara keseluruhan, Sukamto menargetkan pertumbuhan penyaluran kredit sampai akhir 2017 sebesar 9-12 persen (yoy).