Rabu 05 Jul 2017 18:14 WIB

Stok Garam Langka, IKM di Cirebon dan Indramayu Gulung Tikar

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
Petani memanen garam (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Petani memanen garam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Puluhan industri kecil menengah (IKM) yang bergerak di bidang pengolahan garam di  Kabupaten Cirebon dan Indramayu gulung tikar. Hal itu menyusul kelangkaan bahan baku garam di tingkat petani akibat anomali cuaca sepanjang 2016.

''Pasokan garam saat ini masih langka,'' ujar Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Jawa Barat, M Taufik, Rabu (5/7).

Taufik menyebutkan, akibat kelangkaan garam itu, saat ini ada sekitar 25 IKM berbasis garam di Kabupaten Cirebon sudah gulung tikar. Sedangkan di Kabupaten Indramayu, sedikitnya ada dua pelaku IKM pengasinan ikan yang juga sudah tidak lagi berproduksi.

 

Menurut Taufik, kelangkaan garam telah terjadi sejak 2016 lalu. Kondisi tersebut menyusul adanya fenomena La Nina pada musim kemarau 2016 yang menyebabkan curah hujan tinggi meski sudah musim kemarau. Kondisi itupun diperparah karena pada pertengahan 2017 petani garam di Jabar kembali mengalami gangguan cuaca regional. Akibatnya, hujan dengan intensitas ringan hingga sedang masih kerap terjadi meski sudah masuk musim kemarau.

Taufik menyebutkan, dalam kondisi normal, produksi garam di Cirebon dan Indramayu mencapai 550 ribu ton per tahun. Namun, kemarau basah yang terjadi sepanjang 2016 membuat produksi garam petani hampir nol.

Meski PT Garam Persero mengimpor garam sebanyak 75 ribu ton, tetapi IKM di Kabupaten Cirebon dan Indramayu sulit mendapatkannya. Pasalnya, untuk bisa mengakses garam impor dari PT Garam, kuotanya dibatasi hanya sepuluh ton per IKM dan dengan persyaratan yang cukup rumit.

Salah satunya, syarat legalitas yang harus dimiliki IKM pengolahan garam. Padahal, IKM dengan karyawan 10-20 orang jarang yang memiliki legalitas seperti layaknya perusahaan skala besar. Akibatnya, IKM yang bergerak di bidang pengolahan garam di kedua daerah tersebut tidak lagi bisa beroperasi hingga sekarang.

Sementara itu, pemilik pabrik garam di Desa Pengarengan, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Sujati, mengaku biasanya mendapatkan pasokan garam dari pengepul untuk produksi garam meja dan garam kotak miliknya. Namun, karena stok garam di tingkat petani kosong, maka dirinya tak bisa lagi berproduksi. ''Saya terpaksa merumahkan 25 orang pekerja,'' kata Sujati.

Sujati mengakui saat ini ada garam yang dijual eceran dengan harga berkisar Rp 3.300 - Rp 4.000 per kg. Namun, harga itu sangat tidak wajar dan akan membuat modal yang dikeluarkannya tidak sebanding dengan harga jual garam meja dan garam kotak miliknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement