REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengubah batas minimum saldo rekening yang wajib dilaporkan oleh perbankan kepada otoritas pajak, dari Rp 200 juta menjadi Rp 1 miliar. Pengamat menilai, pengubahan itu menunjukkan pemerintah kurang profesional, karena jarak pengubahannya terlalu cepat.
Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Roni Bako mengatakan, batas minimal Rp 1 miliar pun sebenarnya masih kurang tepat. "Seharusnya Rp 2 miliar, jadi disesuaikan dengan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang menjamin semua rekening bank dengan saldo maksimal Rp 2 miliar," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (8/6).
Menurutnya, kebijakan pelaporan saldo rekening masyarakat seharusnya tidak diumumkan atau dijalankan dulu jika Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses informasi Keuangan untuk Kepentingan Pajak belum disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Jadi pelaporan saldo rekening berlaku kalau sudah disetujui. Perppu Nomor 1 Tahun 2017 kalau disetujui maka diterima jadi Undang-Undang, kalau ditolak, maka pemerintah harus ajukan ulang atau dianggap tidak pernah ada," kata Roni.
Bagi Roni, sebenarnya pelaporan saldo rekening seluruh masyarakat tidak perlu dilakukan bila tidak ada kepentingan perpajakan. "Saya setuju pelaporan saldo rekening tapi harus kepentingannya, jadi tidak perlu semua orang yang ada kepentingan saja misalnya membeli rumah seharga saldo tabungannya atau lainnya," tuturnya.
Ia menegaskan, harus ada pembatasan dalam ketentuan pelaporan rekening dari perbankan ke otoritas pajak tersebut. Menurut Roni, bila rekening seluruh masyarakat harus dilaporkan tanpa adanya kepentingan, maka menyalahi prinsip perpajakan, yang mengharuskan Wajib Pajak (WP) melaporkan sendiri hartanya.
Baca juga: BRI Nilai Lebih Mudah Laporkan Saldo Nasabah di Atas Rp 1 M