Rabu 07 Jun 2017 17:38 WIB

Dirjen Pajak: UMKM tak Perlu Khawatir Laporan Saldo

Rep: Sapto Andika Candra / Red: Nur Aini
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengimbau pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar tidak khawatir soal kebijakan terbaru bagi perbankan untuk melaporkan data nasabah yang memiliki saldo akhir tahun di atas Rp 200 juta.

Ken mengingatkan, hal itu tidak lantas seluruh harta dipajaki. Pelaku usaha, ujarnya, harus mengetahui bahwa Ditjen Pajak hanya menyasar obyek pajak yang memang seharusnya dipajaki seperti penghasilan atau aset yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. Menurut Ken, tidak ada alasan bagi pelaku UMKM untuk khawatir sepanjang seluruh pendapatan sudah dilaporkan dalam SPT atau diikutkan dalam amnesti pajak sebelumnya.

"UMKM kalau sudah dipajaki ya tak perlu khawatir. Yang dipajaki bukan simpanan ya. Ini jelas ya. Yang dipajaki bukan simpanan orang di bank, namun obyek pajak. Kalian beli makan saja kena PPN," kata Ken di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (7/6).

Ken mengungkapkan, sekalipun Ditjen Pajak menemukan ada potensi harta yang ternyata belum dipajaki, maka pemeriksa akan melakukan pengecekan asal muasal harta dan memastikan bahwa aset tersebut memang obyek pajak. Ken menegaskan bahwa pihaknya tidak akan gegabah dan asal memajaki harta atau aset yang dilaporkan perbankan kepada otoritas pajak.

"Seandainya belum (dipajaki), akan kami lihat, omset kan masuk ke transaksi. Akan kami cek, kami tidak serta merta memajaki jumlah simpanan, nggak. Obyeknya saja," katanya.

Ken yakin bahwa ruang gerak penghindar dan pengelak pajak semakin sempit menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Apalagi, era keterbukaan informasi keuangan untuk perpajakan atau AEoI (Automatic Exchange of Information) diikuti oleh 100 negara termasuk Indonesia. Pertukaran informasi keuangan juga dilakukan secara resiprokal atau dua arah. Artinya, tak hanya Indonesia yang berkewajiban melaporkan informasi soal nasabah asing di Indonesia, namun negara lain juga berkewajiban melaporkan informais soal nasabah Indonesia yang ada di luar negeri.

"Orang juga nggak akan lari. Jadi Singapura dan Hong Kong (yang sebelumnya dikenal sebagai suaka pajak) melakukan hal yang sama dengan Indonesia. Jadi ini semua negara, jadi tidak semata kami ingin genjot penerimaan negara. Tidak semua saldo di bank akan dipajaki," kata Ken.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement