Rabu 07 Jun 2017 17:07 WIB

Penerimaan Pajak Sentuh 30,9 Persen dari Target

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Pajak (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pajak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Mei 2017 mencapai Rp 463,5 triliun. Angka ini setara dengan 30,9 persen dari target penerimaan yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 1.498,9 triliun. Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menyebutkan, realisasi penerimaan perpajakan kali ini dinilai cukup positif lantaran mencatatkan pertumbuhan hingga 13,9 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sebagai catatan, penerimaan perpajakan pada akhir Mei tahun 2016 lalu mencatatkan pertumbuhan minus 6,5 persen.

"Pertumbuhannya (penerimaan perpajakan) cukup menggembirakan," ujar Robert dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran DPR, di Jakarta, Rabu (7/6).

Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan juga merilis, penerimaan pajak nonmigas hingga akhir Mei 2017 tercatat sebesar Rp 396,76 triliun atau 31,2 persen dari targetnya dalam APBN 2017 yakni Rp 1.271 triliun. Raihan ini tumbuh 13,4 persen dibanding penerimaan tahun lalu. Sedangkan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas menyentuh Rp 238,4 triliun atau 31,7 persen dari targetnya dalam APBN 2017 sebesar Rp 751,8 triliun. Angka ini tumbuh 12,7 persen dibanding periode yang sama tahun 2016 lalu.

Tak hanya itu, penerimaan dari sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp 155 triliun atau 31,4 persen dari targetnya sebesar Rp 493,9 triliun. Penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tercatat sebesar Rp 0,6 triliun atau baru 3,6 persen dari targetnya Rp 17,3 triliun. Angka ini tumbuh nyaris nol persen terhadap tahun lalu. Sementara pajak lainnya tercapai Rp 2,7 triliun atau 31,3 persen dari targetnya sebesar Rp 8,7 triliun.

Dari sisi kepabeanan dan cukai, realisasi penerimaan tercatat sebesar Rp 45,7 triliun atau 23,9 persen dari targetnya sebesar Rp 191,2 triliun. Angka ini tumbuh 6,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Untuk cukai sendiri, realisasi penerimaan sebesar Rp 30,8 triliun atau 19,6 persen dari targetnya. Sementara realisasi bea masuk tercatat sebesar Rp 13,4triliun atau 39 persen dari targetnya dalam APBN 2017. Bea keluar mencatatkan penerimaan hingga Rp 1,5 triliun atau 4 kali lipat dari targetnya.  Terakhir, penerimaan PPh Migas tercatat tumbuh 47,6 persen dengan nilai penerimaan Rp 2 triliun. Angka ini setara dengan 58,4 persen dari targetnya sebesar 35,9 triliun.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal menyebutkan, sedikit melambatnya penerimaan pajak hingga akhir paruh pertama 2017 ini lantaran adanya pertumbuhan restitusi hingga 10 persen lebih. Restitusi, atau pengembalian pajak oleh negara kepada wajib pajak, terbanyak dilakukan pada sektor pertambangan dan industri pengolahan termasuk sawit. Ditjen Pajak mencatat, nilai restitusi pajak pada Mei 2017 mencapai Rp 68 triliun. Menurut Yon, pertambahan restitusi sebetulnya sudah bisa diprediksi sebelumnya, lantaran adanya penambahan basis pajak pasca amnesti.

Sebelumnya, pemerintah menegaskan untuk tidak memangkas target penerimaan perpajakan 2017 ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pihaknya akan melakukan penyisiran terkait potensi perpajakan yang bisa ditingkatkan sepanjang sisa tahun ini. Target penerimaan pajak secara menyeluruh tahun 2017 ini tetap dipasang di angka Rp 1.307,6 triliun. Pemerintah menggunakan basis data perpajakan yang diperoleh selama amnesti pajak yang lalu untuk menyempurnakan pemetaan ini. Tak hanya itu, pemerintah juga berencana memanfaatkan pelaporan secara otomatis yang dilakukan perbankan kepada otoritas pajak terhadap nasabah yang memiliki saldo akhir tahun sebesar Rp 200 juta.

"Tidak (dipangkas), kita akan lihat dulu dan saya akan terus melakukan penyisiran dengan jajaran Direktorat Jenderal Pajak, dimana letak potensinya, dimana letak risikonya," kata Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement