Senin 29 May 2017 16:33 WIB

Sri Mulyani: Orang Kaya RI Jadi Penghindar Pajak Tertinggi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan pentingnya keterlibatan Indonesia dalam era keterbukaan informasi keuangan atau AEoI (Automatic Exchange of Information) pada 2018 mendatang. Sebagai tahap awal, pemerintah harus menerbitkan aturan primer dan sekunder sebelum 30 Juni mendatang. Syarat yang diajukan oleh Global Forum ini kemudian disikapi pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Di hadapan anggota parlemen, Sri menjelaskan bahwa rasio kepatuhan pajak selama ini cukup rendah, bahkan menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun belakangan. Alasannya, sebagian wajib pajak khususnya kelompok 10 persen teratas masih melakukan penghindaran pajak dengan menyimpan hartanya di negara suaka pajak atau tax haven.

Selain itu, Sri juga menilai bahwa selama ini Indonesia belum memiliki aturan main yang setara dengan negara lainnya. Artinya, kata Sri, masyarakat dengan pendapatan sangat tinggi memiliki opsi untuk menyimpan dananya di luar negeri. Sementara pemerintah Indonesia tidak memiliki akses untuk menindaklanjuti hal tersebut.

"Jadi kesenjangan semakin terlihat, orang yang melakukan penghindaran pajak jauh lebih besar pada top 5-10 persen," ujar Sri.

Ia mengatakan, selama ini dasar hukum yang ada pada UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan UU Perbankan secara eksplisit dijelaskan bahwa Indonesia tidak memiliki akses keuangan masyarakat untuk kepentingan perpajakan.

Sri juga mengatakan, setidaknya ada 250 miliar dolar AS atau sekitar Rp 3.250 triliun kekayaan orang Indonesia yang disimpan di luar negeri. Dari angka tersebut, setidaknya ada Rp 2.600 triliun yang disimpan di Singapura, dengan 150 miliar dolar AS atau Rp 1.050 triliun berupa deposit, ekuitas, dan fix income.

"Dari studi McKinsey mengenai asset under management terdapat 250 miliar dolar AS kekayaaan dari high network individual Indonesia yang berada di luar negeri. Sementara jumlah deklarasi aset di luar negeri dan di dalam negeri Rp 1.439 triliun, maka ada potensi Rp 2.670 triliun aset WNI di luar negeri namun belum masuk," ujarnya.

Baca juga: Sanksi Bagi Pelanggaran Petugas Pajak Diminta Semakin Tegas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement