REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Arief Daryanto menilai kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) bisa digunakan oleh masyarakat sebagai acuan untuk bisa ikut serta mengawasi pergerakan harga. Ia mengatakan gejolak harga di pasar bisa ditekan apabila masyarakat juga turut serta untuk mengawasi harga.
Arief menilai dengan memegang acuan HET, masyarakat bisa memilih mana harga yang memang seharusnya tidak naik. Hal ini bisa menjadi pilihan bagi masyarakat untuk bisa memilih dimana membeli bahan pokok yang harganya sesuai dengan acuan pemerintah.
"Dengan diterapkannya HET maka konsumen memeroleh referensi berapa harga kebutuhan pokok masyarakat yang harus mereka beli. Jadi tidak ada lagi harga yang dikendalikan oleh para spekulan," ujar Arief, Ahad (28/5).
Arief menuturkan penerapan kebijakan HET juga akan menekan keberadaan mafia atau spekulan pangan yang kerap muncul menjelang momentum hari besar keagamaan terutama ramadan dan lebaran.
Menurutnya, untuk memperkuat kebijakan HET tersebut, pemerintah harus memastikan ketersediaan komoditas-komoditas bahan pokok yang ditetapkan sebagai HET agar masyarakat benar-benar diyakinkan ketika belanja kebutuhan pokok
"Jika stok bahan pangannya tercukupi secara otomatis para spekulan tidak akan ada yang bermain karena ketersediaan bahan pokoknya melimpah. Nah untuk itu pemerintah harus memastikan jika stok pangan benar-benar melimpah," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menetapkan HET gula pasir pada harga Rp 12.500 per kg, daging beku Rp 80 ribu per kg dan minyak goreng curah kemasan pada Rp 12 ribu per liter. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan harga ini akan dipertahankan hingga akhir tahun ini. Dia menambahkan pihaknya hanya akan memprioritaskan tiga komoditas tersebut untuk diatur HET-nya pada tahun ini.