REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pengaturan premi pendanaan program restrukturiasi perbankan (PRP) sebagai tindak lanjut Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) perlu melihat situasi dan kondisi ekonomi saat ini.
"Melihat sudah adanya mekanisme pertahanan, PRP menurut saya boleh di-'set up' sebagai aturan namun mungkin pendanaannya dilaksanakan ketika benar-benar dibutuhkan," kata Tiko, sapaan akrab Kartika, ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/5).
Ia mengatakan kondisi saat ini memungkinkan pihak perbankan memiliki tiga mekanisme pertahanan untuk melindungi risiko sistemik kegagalan bank. Pertama, terdapat mekanisme pertahanan dari sisi permodalan perbankan yang cukup memadai dilihat dari rasio kecukupan modal inti (Capital Adequacy Ratio/CAR). Tiko mengatakan CAR Mandiri saat ini mencapai 21 persen.
Mekanisme pertahanan kedua yaitu penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap dana masyarakat yang memadai untuk melindungi risiko sistemik kegagalan bank. Kemudian, mekanisme pertahanan berikutnya yaitu terkait dengan "bail-in" yang terkandung dalam UU PPKSK. "Kondisi ini sudah berlapis. Patokannya beberapa negara punya 'buffer' satu persen dari PDB. Dikumpulkannya tidak bisa segera, tetapi misalnya 20 tahun," kata Tiko.
Premi restrukturisasi perbankan merupakan wewenang yang diberikan kepada LPS sesuai amanat Undang-Undang PPKSK. Besaran premi tersebut masih dibahas oleh LPS dan Kementerian Keuangan dan nantinya akan dilegalisasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Di samping PRP, LPS juga sudah memungut premi simpanan kepada perbankan setiap tahunnya.
LPS mengatakan pada umumnya dana hasil dari pungutan premi untuk restrukturisasi perbankan mencapai dua hingga tiga persen dari produk domestik bruto (PDB). Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan premi PRP juga nantinya akan berdasarkan dana yang dibutuhkan saat pemerintah merestrukturisasi perbankan dan sistem keuangan pasca-krisis 1998.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo meminta rencana pengenaan premi tambahan untuk restrukturisasi jangan semakin memberatkan bank. Hal itu, karena premi restrukturisasi perbankan dikhawatirkan dapat menghambat proses pemulihan kinerja perbankan setelah periode perlambatan pada 2016. Saat ini, kata Agus, kondisi industri perbankan dalam keadaan sehat. Hal itu terlihat dari indikator CAR yang rata-rata di atas 20 persen, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sekitar tiga persen (gross) dan rasio simpanan terhadap pinjaman (loan to deposit ratio/LDR) perbankan yang terjaga.