Rabu 24 May 2017 21:49 WIB

Perbarindo Minta Premi Restrukturisasi Bank tak Beratkan Industri

Red: Nur Aini
Bank (Ilustrasi)
Foto: pkrpokerrakeback
Bank (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) berharap premi pendanaan program restrukturisasi perbankan sebagai tindak lanjut Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) tidak justru memberikan dampak negatif ke industri keuangan.

"Premi jangan sampai berdampak ke industri dan menjadi tidak efisien," kata Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/5).

Ia menceritakan bahwa perbankan saat ini sudah dipungut premi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan iuran ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Dari premi yang telah dipungut seharusnya menjadi sumber pendanaan untuk rancangan restrukturisasi perbankan," kata Joko.

Premi restrukturisasi perbankan (PRP) merupakan wewenang yang diberikan kepada LPS sesuai amanat UU PPKSK.

Besaran premi tersebut masih dibahas oleh LPS dan Kementerian Keuangan dan nantinya akan dilegalisasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Di samping PRP, LPS juga sudah memungut premi simpanan kepada perbankan setiap tahunnya.

LPS menyebutkan bahwa pada umumnya dana hasil dari pungutan premi untuk restrukturisasi perbankan mencapai dua hingga tiga persen dari produk domestik bruto (PDB). Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan premi PRP juga nantinya akan berdasarkan dana yang dibutuhkan saat pemerintah merestrukturisasi perbankan dan sistem keuangan pasca-krisis 1998.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo meminta rencana pengenaan premi tambahan untuk restrukturisasi jangan memberatkan bank. Hal itu karena premi restrukturisasi perbankan dikhawatirkan dapat menghambat proses pemulihan kinerja perbankan setelah periode perlambatan pada 2016.

Saat ini, kata Agus, kondisi industri perbankan dalam keadaan sehat. Hal itu terlihat dari indikator rasio kecukupan modal inti (capital adequacy ratio/CAR) yang rata-rata di atas 20 persen, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sekitar tiga persen (gross) dan rasio simpanan terhadap pinjaman (loan to deposit ratio/LDR) perbankan yang terjaga.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement