Kamis 18 May 2017 11:59 WIB

OJK Luncurkan Strategi Perlindungan Konsumen Keuangan

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Strategi Perlindungan Konsumen Keuangan (SPKK) Tahun 2013-2027, sebagai langkah evaluasi program Perlindungan Konsumen OJK 5 tahun berjalan dan upaya menjawab tantangan 10 tahun mendatang.  

''Penyusunan strategi ini merupakan upaya menjawab tantangan serta isu strategis perlindungan konsumen sektor jasa keuangan baik di masa sekarang maupun masa mendatang dalam ruang lingkup nasional, regional, maupun internasional,'' kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad, dalam acara peluncuran di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (18/5).

Muliaman menjelaskan, OJK membagi tiga tahapan setiap lima tahun target yang ingin dicapai untuk memastikan perlindungan konsumen yang berkeseimbangan dengan tumbuh berkembangnya industri jasa keuangan.

Tahapan tersebut meliputi Tahap Pembangunan periode 2013–2017, Tahap Pengembangan 2018–2022, dan Tahap Akselerasi  2023–2027. Tahapan itu mengacu pada empat pilar utama perlindungan konsumen, yakni infrastruktur, regulasi perlindungan konsumen, pengawasan market conduct, edukasi dan komunikasi.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti S. Soetiono menjelaskan, OJK bersama dengan industri keuangan telah menyediakan produk dan layanan jasa keuangan sesuai kebutuhan masyarakat antara lain menabung saham mikro, reksadana ritel, asuransi mikro, asuransi tani dan lain sebagainya, termasuk mendekatkan dengan layanan tanpa kantor dan pemanfaatan layanan keuangan digital.

Layanan itu juga meminimalkan informasi asimetris, masih rendahnya tingkat literasi serta inklusi keuangan, regulasi perlindungan konsumen keuangan belum terstandardisasi, dan maraknya penawaran produk keuangan yang belum memiliki izin dan berpotensi merugikan masyarakat.

''Itu adalah beberapa tantangan yang dihadapi perlindungan konsumen keuangan saat ini,'' kata Kusumaningtuti.  

Selain itu, muncul isu-isu strategis yang perlu menjadi perhatian antara lain perkembangan financial technology (fintech), pentingnya pengawasan market conduct, peningkatan intensitas transaksi lintas negara (cross-border transaction), dan pentingnya keamanan data pribadi konsumen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement