Kamis 18 May 2017 09:18 WIB

Pertumbuhan Industri Agro Positif Ditunjang Sektor Hulu

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
iIustrasi pertumbuhan industri makanan dan minuman.
Foto: Republika/ Wihdan
iIustrasi pertumbuhan industri makanan dan minuman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian mencatat, pertumbuhan industri agro pada kuartal I 2017 mencapai 6,33 persen atau melebihi pertumbuhan industri nonmigas sebesar 4,71 persen. Pertumbuhan tersebut, salah satunya disumbang terbesar dari industri makanan dan minuman yang mencapai 8,15 persen.

Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto mengatakan, kontribusi industri agro terhadap PDB industri pengolahan non-migas sebesar 45,81 persen. Nilai investasi dalam negeri atau PMDN sekitar Rp 14,69 triliun dan investasi asing atau PMA sebesar 600 juta dolar AS, serta nilai ekspor mencapai 12,12 miliar dolar AS. Menurut Panggah, pengembangan industri agro sangat ditentukan oleh eksistensi pengelolaan sektor hulunya, antara lain dari perkebunan, pertanian, peternakan, kelautan, dan kehutanan.

“Kalau sektor-sektor hulu ini tidak berkembang secara efisien, maka akan mempengaruhi sektor hilirnya juga menjadi tidak efisien. Jadi, tidak bisa berdiri sendiri," ujar Panggah dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (18/5).

Panggah menyebutkan, posisi unggul Indonesia dari sektor industri agro, di antaranya adalah produsen sawit, produsen kakao, serta produsen pulp dan kertas. Nilai ekspor minyak sawit mentah dan turunannya mencapai 20 miliar dolar AS, terbesar dari single commodity lainnya. Namun demikian, beberapa sektor industri agro nasional menghadapi tantangan dari isu negatif di tingkat internasional. Misalnya, resolusi sawit yang dikeluarkan oleh Parlemen Uni Eropa.

“Gangguan ini bersifat politis untuk membendung kinerja ekspor sawit Indonesia yang terus tumbuh positif,” kata Panggah.

Untuk mengantisipasi hal ini, Kementerian Perindustrian akan mengadakan pengkajian mengenai dampak resolusi tersebut terhadap pertumbuhan industri hilirya di Indonesia. Kementerian Perindustrian juga telah berpartisipasi secara lintas kementerian dalam menyiapkan narasi tunggal mengenai posisi Pemerintah Indonesia yang berisi fakta-fakta dari perkebunan dan industri kelapa sawit dalam negeri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

“Kemenperin juga berpandangan bahwa rencana Parlemen Uni Eropa untuk menghentikan konsumsi biodiesel sawit pada 2020, bisa membawa dampak bagi Uni Eropa sendiri karena supply biofuel yang paling murah hanya dari minyak sawit,” ujar Panggah.

Panggah menyampaikan, tindakan mitigasi dari Indonesia atas hal tersebut, antara lain meningkatkan konsumsi biodiesel domestik melalui mandatory Biodiesel B-20 (PSO dan Non-PSO), mencari pasar ekspor biodiesel nonkonvensional seperti Jepang, Cina, India, Malaysia, negara-negara di Timur Tengah serta Asia Tengah dan Utara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement