Kamis 04 May 2017 23:20 WIB

KAMMI Desak Jokowi Batalkan Kenaikan Tarif Listrik

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ilham
KAMMI
KAMMI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah pemerintah yang akan menaikkan kembali tarif dasar listrik (TDL) golongan 900 VA sebesar Rp 329,00 per kWH mendapatkan kecaman dari beberapa pihak. Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI), Kartika Nur Rakhman mendesak Presiden Joko Widodo untuk membatalkan kenaikan tahap III yang mulai berlaku sejak 1 Mei 2017.

"Presiden harus membatalkan kenaikan TDL tahap III karena sangat membebani rakyat di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu," kata Nur Rakhman, melalui siaran resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (4/5).

Mempertegas Nur Rakhman, Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, Riko Tanjung menyatakan, kenaikan TDL menimbulkan banyak efek negatif. "Setidaknya ada tiga efek negatif dari kenaikan tarif dasar listrik yang dilakukan pemerintah lewat Permen ESDM 28/2016. Pertama, menurunkan daya beli masyarakat yang akan berdampak kepada pelambatan ekonomi,” kata Riko.

Kenaikan TDL, menurut Riko, bisa menurunkan daya beli masyarakat. Terutama kelas menengah ke bawah di mana pengeluaran mereka bertambah sedangkan pendapatan tetap. Padahal, imbuhnya, kosumsi domestik penyumbang terbesar dari perekonomian Indonesia, yakni sekitar 55 persen.

Selain itu, kata Riko, sebanyak 19 juta pelanggan pengguna golongan 900 VA harus membayar Rp 1.352 per kWH untuk penggunaan listrik mereka dan ini akan memicu kenaikan inflasi. Berdasarkan laporan BPS, kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif listrik berkontribusi pada lonjakan inflasi sebesar 0,97 persen.

Kenaikan TDL ini juga berpotensi mematikan usaha mikro, kecil, dan menengah. Selama ini mereka juga menggunakan  listrik 900 VA. Oleh karena itu, Riko mendesak Presiden Jokowi agar lebih arif dalam pengambilan kebijakan pencabutan subsidi untuk rakyat. Menurutnya, dalam setiap pengambil kebijakan pemerintahan, presiden harus berpihak kepada rakyat miskin dan hampir miskin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement