Rabu 03 May 2017 17:19 WIB

Tarif Taksi Daring Diatur tak Jauh Beda Taksi Konvensional

Kendaraan daring dan konvensional
Foto: Foto : MgRol_92
Kendaraan daring dan konvensional

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tarif taksi daring di setiap daerah dipastikan tidak jauh berbeda dengan taksi konvensional. Karena pemerintah pusat, dalam hal ini, Kementerian Perhubungan akan mengatur tarif batas atas dan bawah taksi berbasis aplikasi tersebut.

"Secara nasional, rata-rata tarifnya tidak jauh berbeda dengan taksi resmi karena kalau kita lepas, nantinya bedanya begitu jauh, seperti di Jawa Barat sangat tipis sekali, di Jawa Timur itu besar bedanya, ini nanti timbul masalah," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto Iskandar.

Ia mengemukakan itu di sela-sela diskusi pembinaan angkutan umum kepada kepala dinas di seluruh daerah, di Jakarta, Rabu (3/5). Pudji mengatakan saat ini pihaknya masih mendiskudikan skema penetapan tarif batas atas dan bawah dan sudah menerima masukan dari berbagai daerah.

Dia menyebutkan akan ada dua skema, yaitu pemerintah pusat menentukan sistem tarif batas bawah dan batas atas yang berlaku secara nasional, namun disesuaikan dengan kondisi di tiap daerah atau masing-masing daerah memiliki tarif batas dan bawah yang berbeda yang sudah ditentukan oleh pemerintah pusat. "Kemungkinan dua, ada satu sistem secara nasional atau masing-masing daerah beda," ucapnya.

Dia mengaku bahwa setelah terbitnya Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, masih banyak taksi daring yang mengeluhkan dan meminta dihapusnya tarif batas bawah. "Ya pasti konsumen setuju karena menguntungkan, tapi kita harus jelaskan secara adil," tuturnya.

Karena itu, Pudji kembali mengumpulkan para pelaku usaha serta pemangku kepentingan terkait dalam menyelaraskan pemahaman umum mewujudkan pelayanan dan menjamin ketersediaan pelayanan angkutan umum tidak dalam trayek yang aman, nyaman, efektif, efisien, terjangkau dan selamat. Selain itu, juga untuk membangun kesadaran operator angkutan umum agar dapat meningkatkan pelayanan angkutan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

"Kegiatan ini diharapkan dapat menyelaraskan pemahaman pelaksanaan masa transisi PM 26/2017 agar tidak terjadi kesimpangsiuran terhadap akses digital dashboard, stiker RFID dan KIR kendaraan sampai dengan tanggal 1 juni 2017, serta pajak, tarif, stnk dan kuota sampai dengan masa transisi pada bulan Juli 2017," jelasnya. 

Menurut dia, pada era saat ini peranan teknologi informasi sangat penting dan tidak bisa dikesampingkan. "Karena itu, saya mengimbau adanya kerja sama dan kolaborasi yang baik antara pegusaha taksi reguler dan 'online' (daring)," imbuhnya.

Beberapa hal yang menjadi perhatian saat ini yaitu terkait poin-poin yang akan diterapkan per 1 Juni 2017 seperti KIR, stiker, dan akses digital "dashboard" serta poin mengenai kuota, tarif, dan STNK yang kemudian akan diterapkan per 1 Juli 2017. "Kami membuka lebar berbagai masukan agar aturan ini dapat diterima masyarakat dengan mengutamakan aspek kesetaraan, keselamatan, dan kebutuhan," ungkap Pudji.

Dia berharap ketika nanti masa transisi telah selesai, poin-poin tersebut sudah harus dijalankan dan tidak akan ada lagi perubahan. Selain itu, untuk menunjang pelaksanaan uji kelaikan atau KIR, direncanakan tanggal 12 Mei 2017 nanti KIR swasta akan disahkan oleh Menhub dan KIR swasta ini khusus ditujukan untuk angkutan berbasis daring.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement