Selasa 02 May 2017 04:00 WIB

Kemenperin Targetkan 76 Perusahaan IKTA Baru

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Satria K Yudha
Industri tekstil, ilustrasi
Foto: Antara
Industri tekstil, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan sektor industri kimia, tekstil, dan aneka (IKTA) bisa bertambah 76 unit, dari 677 perusahaan pada 2016 menjadi 753 perusahaan pada tahun ini. Pertumbuhan jumlah usaha sektor IKTA ini melanjutkan tren pertumbuhan sebelumnya, di mana jumlahnya terus meningkat sejak 2014 sebanyak 473 perusahaan, kemudian tumbuh menjadi 591 perusahaan pada 2015. 

Direktur Jenderal IKTA Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menjelaskan, pihaknya memang fokus untuk menumbuhkan populasi industri sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Caranya, lanjut Achmad, dengan meningkatkan daya saing dan produktivitas industri serta pengembangan perwilayahan di luar Pulau Jawa. 

Langkah ini diyakini bisa lebih memeratakan pertumbuhan industri di daerah dan akhirnya bisa meratakan pertumbuhan ekonomi. Tak hanya itu, Achmad juga menambahkan bahwa kebijakan untuk merealokasikan pertumbuhan industri ke daerah juga menjadi salah satu poin Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.

 Achmad melanjutkan, pemerintah juga telah menetapkan industri pengolahan nonmigas menjadi salah satu sektor prioritas yang tengah dipacu pengembangannya sebagai penggerak pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional. Alasannya, selama ini kontribusi industri mampu membawa efek berganda terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan nilai tambah, dan penerimaan devisa.

 Demi merealisasikan target jumlah sektor IKTA tahun ini, Sigit menyebutkan, pihaknya terus memacu pengembangan industri pupuk dan petrokimia di Papua Barat (Bintuni), serta memfasilitasi pembangunan pabrik petrokimia di Masela. Selanjutnya, pembangunan industri berbasis gasifikasi batubara di Kalimantan Timur, Sumatera Selatan (Muara Enim), dan Lampung (Mesuji), pembangunan industri turunan amonia berbasis gas di Sulawesi Tengah (Donggi Senoro), serta pembangunan pabrik bahan baku obat berbasis migas.

 “Investasi di dalam negeri untuk sektor IKTA, paling tinggi pada industri kimia. Namun, saat ini nilai impornya masih sangat besar,” ujar Sigit, Senin (1/5). 

Menurutnya, dengan adanya pembangunan industri di Indonesia, mampu mengurangi ketergantungan produk impor karena sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

 Kemenperin mencatat, nilai investasi sektor IKTA mencapai Rp 22,17 triliun pada kuartal pertama tahun 2017. Sementara itu, sasaran untuk total nilai investasi tahun 2017 sebesar Rp 152 triliun. Realisasi investasi sektor IKTA tahun 2016 mencapai Rp 122,5 triliun dengan kontribusi sekitar 37,24 persen terhadap pertumbuhan industri pengolahan nonmigas nasional.

 Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengaku optimistis, industri pengolahan non-migas diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,2-5,4 persen dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1-5,4 persen pada tahun 2017.

 Hal tersebut seiring dengan komitmen pemerintah menciptakan iklim investasi industri yang kondusif serta kemudahan berusaha melalui deregulasi dan paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan. “Terutama dengan adanya penurunan harga gas industri dan harga komoditas mulai bangkit,” tuturnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement